Mengenang Sosok Tumenggung Rondo, Bupati Perempuan Pertama di Blora

Mengenang Sosok Tumenggung Rondo, Bupati Perempuan Pertama di Blora

Febrian Chandra - detikNews
Minggu, 13 Sep 2020 21:26 WIB
Pendopo Bupati Blora Tempo dulu
Foto: Pendopo Bupati Blora Tempo dulu (dok. arsip RM Tejonoto)
Blora -

Sejarah mencatat, Kabupaten Blora pernah dipimpin oleh satu-satunya bupati perempuan bernama Raden Ayu (R.Ay) Wilatikta atau Tumenggung Rondo. Tapi di masa itu pula Blora terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan, wilayah barat dan timur. Bagaimana ceritanya?

Pemerhati sejarah sekaligus penulis buku Sejarah Makam Keluarga Tirtonatan dan Profil Bupati-Bupati Blora Tempo Dulu, R.Ngt Widyasintha Himayanthi menuturkan Blora merupakan salah satu wilayah di wilayah Kerajaan Mataram. Namun, setelah perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang membagi Kasunanan Surakarta dengan Kasultanan Yogyakarta, Blora menjadi wilayah kekuasaan Kraton Kasunanan Surakarta.

Shinta menjelaskan R.T. Wilatikta adalah Bupati yang memimpin Blora di bawah dua masa kerajaan, 1749-1755 saat Blora masih bagian dari Kerajaan Mataram, dan 1762-1763 saat Blora menjadi wilayah Kasunanan Surakarta. Semasa hidupnya, RT Wilatikta menikah dengan R.Ay Wilatikta yang kemudian hari dikenal dengan sebutan Tumenggung Rondo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"R.T. Wilatikta menikahi seorang perempuan yang dikenal dengan nama R.Ay Wilatikta atau Tumenggung Rondo. Dikemudian hari, Tumenggung Rondo menjadi Bupati mengantikan suaminya yang wafat. Dia bupati perempuan yang pernah memimpin Blora," kata Shinta saat ditemui detikcom di rumahnya, di wilayah Kecamatan Jepon, Blora, Minggu (13/09/2020).

Kala itu Tumenggung Rondo memimpin wilayah Blora bagian barat (kilen) pada 1763-1767. Sementara wilayah Blora timur (wetan) dipimpin R.T. Djajeng Tirtonoto.

ADVERTISEMENT

"Untuk wilayah Blora Kilen dipimipin oleh R.T. Wilatikta, sedangkan Blora Wetan dipimipin oleh R.T. Djajeng Tirtonoto. Kedua Bupati itu diangkat oleh Pakubuwana III, sedangkan pusat pemerintahan Blora Barat berada di kawasan ringin kembar, Kelurahan Kunden. Untuk wilayah Blora Timur berada di area lapangan Kridosono," jelas Shinta.

Dia menerangkan R.T Djajeng Tirtonoto menjadi Bupati Blora Wetan dari tahun 1762 -1782. Di tengah kepemimpinan Tirtonoto pada 1767-1768, Blora kembali dipersatukan menjadi satu wilayah.

Sekilas tentang pembagian wilayah Blora Kilen dan Blora Wetan ini merupakan bentuk apresiasi karena berhasil menumpas pemberontakan R. Wiradmedja atau yang dikenal dengan nama R. Guntur. Pemberontakan berlangsung antara tahun 1760-1761, kala itu pemberontakan Guntur dinilai menghawatirkan dan mengancam keberlangsungan Kasunan Surakarta.

Djajeng Tirtonoto yang merupakan ipar dari Wilatikta, bekerja sama menumpas pemberontakan tersebut. Ternyata kakak dan ipar itu mulanya sempat mendukung pemberontakan tersebut namun akhirnya sadar dengan ulah licik Guntur dan akhirnya membantu Kasunanan Surakarta, yang kala itu dipimpin Pakubuwana III menumpas Guntur.

"Pada 21 September 1762 keduanya diangkat oleh Pakubuwana III menjadi Bupati. Dari saat itu, Blora dibagi menjadi dua bagian Blora barat atau Kasepuhan dan Blora timur atau Kanoman," terangnya.

Di saat itu, Wilatikta kembali menjadi bupati dengan wilayah kekuasaan meliputi Blora barat, karena di masa Mataram dia pernah menjabat bupati maka sebutan wilayahnya adalah Kasepuhan atau yang dituakan. Kemudian iparnya Djajeng Tirtonoto memimpin wilayah yang disebut Kanoman atau yang lebih muda.

Setahun setelah menjadi bupati untuk kedua kalinya, R.T Wilatikta wafat. Sepanjang hidupnya, R.T Wilatikta hanya memiliki seorang putra yang juga meninggal dunia di usia muda dan tidak memiliki penerus, maka jabatan Bupati Blora barat digantikan oleh istrinya R.Ay Wilatikta atau Tumenggung Rondo pada tahun 1763.

"Jadi pada masa itu yang menjadi Bupati Blora adalah dapur kaputungan watang (kakak beradik). Mengingat Tumenggung Rondo adalah kakak dari Djajeng Tirtonoto," jelasnya.

Tumenggung Rondo pun memimpin Blora wilayah barat meneruskan kepemimpinan suaminya. Kemudian pada tahun 1767 Tumenggung Rondo meninggal dunia. Meski terbilang singkat dalam memimpin, Tumenggung Rondo bersama adiknya Djajeng Tirtonoto mempunyai gagasan untuk menyatukan Blora dalam satu wilayah.

Pemerhati sejarah Blora, R.Ngt Widyasintha HimayanthiFoto: Pemerhati sejarah Blora, R.Ngt Widyasintha Himayanthi (Febrian Chandra/detikcom)

Mereka juga membuat tata letak susunan kota Blora tempo dulu, seperti Alun-alun, Masjid Agung, pasar dan pendopo Bupati. Semua itu terwujud dimasa Djajeng Tirtonoto memimpin Blora dan tata letak kota itu masih berwujud hingga saat ini.

"Ini merupakan sejarah, bahwa Blora tempo dulu pernah dipimpin oleh sosok bupati perempuan. Catatan ini juga tercatat resmi di Kasunanan Surakarta," tutur Shinta yang masih keturunan Bupati Djajeng Tirtonoto itu.

Setelah Tumenggung Rondo meninggal dunia, sekitar tahun 1767-1768 oleh Susuhunan Pakubuwana III dan Gubernur Jendral Van der Parra kekuasaan Blora Timur dan Blora Barat diserahkan kepada RT. Djajeng Tirtonoto. Sejak saat itu, Blora kembali menjadi satu wilayah, dan dipimpin Djajeng Tirtonoto hingga tahun 1782.

Djajeng Tirtonoto lalu tutup usia pada tahun 1785 dan dimakamkan di rumah peristirahatannya di Desa Ngadipurwo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, sesuai dengan wasiatnya. Lokasi makam tersebut kini menjadi kompleks makam para Bupati Blora.

"Kesimpulannya, wilayah Blora pernah terbagi menjadi dua dan dipimpin oleh dua orang Bupati, dan Blora juga pernah dipimpin oleh seorang bupati perempuan," terangnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads