"Terlebih, caranya mudah dan murah. Tinggal diberi terpal dan dirawat secara telaten. Saya berkomitmen untuk menghadirkan pertanian model ini ke semua petani, tidak hanya tiap desa tapi tiap keluarga," ujar Sutrisna.
Apalagi, masyarakat dapat berkolaborasi dengan UNY dalam bentuk program 'kampus desa'. Di mana perguruan tinggi hadir untuk membantu masyarakat, juga akan mendukung program ini dalam bentuk pelatihan dan pendampingan teknis.
Sementara itu, salah satu tokoh Gapoktan, Wagiyo mengungkapkan bahwa konsep kebun cerdas air cocok dengan konteks tanah Gunungkidul. Yang mana memiliki tingkat porositas (kapur) tinggi, sesuai dengan status Gunungkidul sebagai kawasan karst.
"Artinya tanah Gunungkidul itu memang berongga, kering, dan kalau kemasukan air akan menyerap. Dengan kita batasi terpal antara tanah yang menjadi media tanam, maka air digunakan secara optimal untuk tanaman," ucapnya.
(rih/rih)