Menurut Dani, akan sulit mengatur masyarakat yang datang menonton kirab. Sebab kirab pusaka tersebut bisa ditonton ratusan ribu orang.
Seperti diketahui, kirab pusaka Keraton Kasunanan Surakarta biasanya juga diikuti kerbau Kiai Slamet. Pasukan keraton melakukan kirab mengelilingi pusat Kota Solo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski kirab tidak digelar, keraton tetap melaksanakan upacara adat secara terbatas. Kegiatan tersebut dilakukan sesuai protokol kesehatan.
"Tapi kalau upacara adat wilujengan tetap diadakan terbatas dengan protokol kesehatan," kata dia.
Malam 1 Suro juga memiliki sejarah besar ketika Pakubuwono X mangkat. Meninggalnya raja kaya raya itu menjadi titik perekat hubungan antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan Keraton Kasultanan Yogyakarta.
Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, menceritakan hari itu menjadi masa yang sangat menyedihkan bagi seluruh pihak, terutama rakyat Surakarta yang sangat mencintai rajanya. Bahkan Belanda turut menghormati kepergian raja berbadan besar itu.
"Raja Pakubuwono X merupakan menantu dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang meninggal pada 1 Suro. Beliau menjadi rel penyambung paseduluran antara dua anak kandung Kerajaan Mataram," kata dia.
Heri mengatakan sudah selayaknya malam 1 Suro digunakan sebagai momen berkontemplasi. Berbeda dengan tahun baru Masehi yang selalu dirayakan dengan hingar bingar.
"Sekarang malam 1 Suro tidak sekadar memandikan keris, kirab kerbau atau mempersembahkan sesaji di laut. Tetapi kini saatnya berkontemplasi dan bermuhasabah agar kita dilindungi oleh Tuhan," katanya.
(rih/sip)