Pemerintah pusat mengizinkan dimulainya kegiatan belajar mengajar atau sekolah tatap muka di 163 daerah di zona kuning, termasuk Klaten. Namun Pemkab Klaten memastikan belum berani langsung menerapkan kebijakan itu.
"Kita belum berani, secara teknis dari Dinas yang bersangkutan diminta untuk mengadakan kajian lebih dulu. Hasil kajian itu nanti diajukan ke bupati," ungkap Sekda Klaten, Jaka Sawaldi kepada detikcom, Senin (10/8/2020).
Kajian itu, lanjut Jaka, meliputi banyak hal. Termasuk sarana dan prasarana yang harus disiapkan. "Sebab ada sarana prasarana yang harus disiapkan. Misalnya masker, sekolah sediakan sarana cuci tangan, hand sanitizer, atur jarak dan lain sebagainya," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, lanjut Jaka, hal yang lebih luas juga harus masuk kajian. Mulai dari keberangkatan dan kepulangan siswa, persetujuan orang tua, hingga kesiapan kantin. "Bahkan kantin sekolah juga harus siap, jangan sampai malah muncul klaster," ucap Jaka.
Juru bicara Satgas COVID-19 Kabupaten Klaten, Cahyono, mengatakan secara zonasi, Klaten saat ini memang zona kuning. Dari sisi angka reproduksi kasus hanya sebesar 0,8 persen, sehingga kemungkinan penularan COVID-19 dinilai lambat.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Klaten, Wardani Sugiyanto, mengatakan untuk menyikapi lampu hijau dari satgas pusat yang mengizinkan sekolah tatap muka, pihaknya memang belum memutuskan. "Belum. Kita masih akan persiapan dulu, itu nanti baru diputuskan," kata Wardani.
Sebelumnya diberitakan pemerintah mengizinkan sekolah tatap muka di daerah zona kuning Corona. Saat ini ada 163 daerah yang termasuk kategori zona kuning COVID-19.
"Kalau kita lihat peta hari ini, per tanggal 2 Agustus 2020, ada 163 zona kuning yang kiranya nanti ini akan bisa dilakukan kegiatan belajar tatap muka. Tetapi, sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Menteri nanti bisa menjelaskan secara detail polanya hampir sama dengan zona hijau," ujar Ketua Satgas COVID-19 Doni Monardo yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud, Jumat (7/8).
"Artinya, keputusan untuk memulai sekolah atau belajar tatap muka juga dikembalikan kepada daerah, para bupati, para wali kota, dan juga gubernur, karena para pejabat itulah yang paling tahu situasi di daerah masing-masing," lanjut Doni.