Menurutnya, kondisi perpolitikan di Solo hingga hari ini tampak tidak sehat. Sebab hampir seluruh partai politik mendukung satu calon. Belum lagi adanya sukarelawan hingga tim yang aktif di media sosial.
"Ini sebagai harapan akan adanya aspirasi masyarakat. Kalau saat ini kan sangat oligarkis. Jadi kotak kosong sebagai koreksi. Kalau suara kotak kosong besar, maka parpol dan elite wajib mengoreksi," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pegiat kota lainnya, Andi Setiawan, memiliki pandangan serupa. Bahkan dia menilai kondisi saat ini sudah menunjukkan sistem oligarki dan politik dinasti.
Dosen salah satu perguruan tinggi di Solo itu mengatakan tidak mempermasalahkan sosok Gibran. Namun dia ingin mengkritik sistem demokrasi yang tidak berfungsi baik di Solo.
"Silakan kalau bilang bukan politik dinasti, tetapi faktanya seperti itu, demokrasi semakin formalistik. Bagi saya ini sebuah kemunduran," katanya.
Terkait dukungan untuk kotak kosong, menurutnya hal tersebut sebagai cara menertawakan tidak berfungsinya sistem demokrasi.
"Sebenarnya bukan kampanye kotak kosong, tetapi ini lebih pada menertawakan demokrasi. Karena pilkada menjadi tidak substansial. Jadi ditertawakan saja," tutupnya.
(rih/sip)