Mediasi Gugatan Napi Asimilasi di PN Solo Diperpanjang 2 Pekan

Mediasi Gugatan Napi Asimilasi di PN Solo Diperpanjang 2 Pekan

Bayu Ardi Isnanto - detikNews
Kamis, 25 Jun 2020 21:10 WIB
Penggugat nasi asimilasi kembali berulah di PN Solo
Foto: Penggugat napi asimilasi kembali berulah, di PN Solo (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Solo -

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly digugat secara perdata soal narapidana asimilasi yang kembali melakukan kejahatan di Pengadilan Negeri (PN) Solo. Saat ini memasuki proses mediasi antara pihak penggugat dengan tergugat.

Gugatan itu diajukan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jateng sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III.

Mereka menggugat adanya perbaikan sistem asimilasi yang dijalankan Kemenkumham dalam Permenkumham No.10/2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan COVID-19. Penggugat menilai program tersebut masih belum sempurna hingga menyebabkan banyaknya narapidana yang mengulangi kejahatannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Agenda hari ini mediasi. Kedua pihak diminta menyampaikan pokok-pokok gugatan, karena Kemenkum HAM menolak gugatan, maka mediasi diundur dua pekan agar bisa berdamai," kata kuasa hukum penggugat, Arif Sahudi di PN Solo, Jl Slamet Riyadi, Solo, Kamis (25/6/2020).

Arif mengatakan masih akan berkoordinasi dengan tim penggugat terkait langkah hukum selanjutnya. Namun pihaknya telah menyiapkan data-data jika sidang berlanjut ke pembuktian.

ADVERTISEMENT

"Kita sudah siap dengan bukti-bukti. Antara lain kasus-kasus narapidana yang kembali berulah setelah mendapatkan asimilasi," ujarnya.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Rutan Solo, David Sapto Aji mengatakan pihaknya bakal berkoordinasi dengan Kemenkum HAM terkait gugatan ini.

"Tentu kami masih akan berkoordinasi dengan Kemenkum HAM dulu. Selain itu kami masih menyiapkan data-data yang belum lengkap," ujarnya.

Sementara itu, Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan kebijakan asimilasi narapidana memiliki dasar hukum dan berjalan sesuai ketentuan Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.

"Asimilasi dan integrasi terkait COVID-19 sudah berjalan dengan benar, dalam artian sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020. Saya yakin hakim bisa melihat dengan jernih bahwa tidak ada unsur melawan hukum dari kebijakan ini serta pelaksanaannya," tutur Yasonna dalam keterangan tertulis kepada wartawan, hari ini.

Selain itu, menurutnya program asimilasi ini juga dilakukan dengan pertimbangan azas kemanusiaan. Mengingat kondisi lapas di Indonesia yang mayoritas overkapasitas dengan kondisi pandemi COVID-19.

"Selain memiliki dasar hukum, program asimilasi ini juga dilakukan atas dasar kemanusiaan demi mencegah malapetaka luar biasa yang akan terjadi bila COVID-19 sampai masuk dan menyebar di lingkungan lapas/rutan yang over-crowded dan tidak memungkinkan dilakukan physical distancing sebagaimana prinsip pencegahan penularan virus ini. Kebijakan ini dilakukan atas dasar kemanusiaan sebagai upaya menyelamatkan narapidana yang juga punya hak untuk hidup sebagaimana manusia bebas lain," urainya.

Yasonna menyebut jumlah napi asimilasi yang kembali berulah rasionya juga jauh lebih kecil. Dia lalu mencontohkan narapidana anak yang mendapatkan asimilasi sebanyak 40.020 orang, dari jumlah tersebut hanya sebanyak 222 yang kembali berulah dan hak asimilasinya dicabut.

"Bila dihitung, rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat ini adalah 0,55 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tingkat residivisme pada kondisi normal sebelum COVID-19 yang bisa mencapai 10,18 persen. Tanpa mengecilkan jumlah tersebut, rendahnya tingkat pengulangan ini tak lepas dari pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi," terangnya.

Yasonna menuturkan pengawasan para napi asimilasi dilakukan melalui tiga tahapan yakni preemtif, preventif, dan represif. Pihaknya menyebut pengawasan para napi itu tidak hanya dilakukan oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) tapi juga pihak lain yang terkait.

"Salah satu evaluasi yang kami lakukan terkait program ini adalah pentingnya koordinasi pengawasan dan itulah yang kami lakukan. Pengawasan terhadap narapidana asimilasi tak cuma dilakukan oleh petugas PK Bapas, tetapi sampai berkoordinasi dengan penegak hukum lain dan jajaran forkopimda hingga ke level RT/RW," terangnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/rih)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads