Dari pantauan detikcom, ia tinggal di dalam tangki air. Tampak di dalamnya ada selimut dan bantal. Di luar tangki air ada kayu melintang yang digunakan untuk menjemur pakaian.
"Kalau habis pemakaman kita mandi, istirahat, minum vitamin, isolasi sendiri. Bagi teman-teman isolasi mandiri (ruangan yang ada di kantor BPBD Kudus). Sedangkan saya memilih di sini tangki air, karena aman, nyaman dan tidak terlalu bising," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ia juga mengaku harus jauh dari keluarga. Pernah saat isolasi mandiri di tangki air, ia dijenguk istri bersama anaknya. Namun setelah itu tidak menjenguk lagi. Karena khawatir akan potensi tertular virus Corona.
Tak jarang ia harus video call untuk menghubungi istri dan anak-anaknya. Itu dilakukan untuk melepas bosan saat menjalani isolasi di dalam tangki air.
"Hubungan dengan keluarga saya video call saja. Selama ini, karena pernah jenguk bawa nasi setelah itu dia tidak menjenguk lagi," ungkapnya.
Kepala BPBD Kudus Bergas C Penanggungan mengatakan, relawan pemulasaraan awalnya dibentuk karena keterbatasan personel dari tim kesehatan penanganan COVID-19 Kabupaten Kudus. Akhirnya dari BPBD Kudus membentuk tim relawan pemulasaraan untuk membantu warga.
"Relawan ada 10 orang. Tapi sekarang sudah berkembang menjadi 13 orang," kata Bergas di kantor BPBD Kudus.
Bergas mengatakan, keberadaan relawan bukan tidak diperhatikan. Relawan ini memiliki panggilan jiwa untuk membantu orang lain.
"Keberadaan mereka ini adalah relawan. Bukan berarti tidak diperhatikan. Relawan banyak tapi masing-masing punya panggilan jiwa. Kalau itu (insentif) memungkinkan bisa memberikan. Hanya saja dihitung betul jangan sampai niatan membantu berbeda. Mereka kebatinannya kejiwaannya panggilan hati untuk berpartisipasi," terangnya.
Terkait dengan adanya relawan yang tinggal di tangki air, ia tidak mempermasalahkan. Menurutnya dari BPBD sudah menyiapkan ruangan untuk isolasi dan berinteraksi bersama tim relawan pemulasaraan jenazah COVID-19. Hanya setiap relawan memiliki kenyamanan sendiri hingga ada yang memiliki tidur di tangki air.
"Memang awal-awal keluarga meminta tim tidak pulang dulu. Kita BPBD memang menyiapkan ruangan untuk berinteraksi bersama tim di aula BPBD. Akhirnya ini rumah mereka hanya tidak semua bisa menerima artinya fasilitas yang ada kurang nyaman, nyamannya di mana tergantung masing-masing," ujar Bergas.
(rih/sip)