Transisi New Normal, Sultan Minta Birokrasi Maksimal Layani Masyarakat

Transisi New Normal, Sultan Minta Birokrasi Maksimal Layani Masyarakat

Pradito Rida Pertana - detikNews
Selasa, 16 Jun 2020 15:18 WIB
#SultanMenyapaJilid9: Hidupkan Birokrasi Yang Melayani, Selasa (16/6/2020).
#SultanMenyapaJilid9: 'Hidupkan Birokrasi Yang Melayani', Selasa (16/6/2020). (Foto: Dok. Humas Pemda DIY)
Yogyakarta -

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X kembali menyapa masyarakat melalui program #SultanMenyapaJilid9. Dalam sapaan bertajuk 'Hidupkan Birokrasi Yang Melayani' ini, Sultan minta aparatur sipil negara (ASN) di DIY untuk siap melayani masyarakat di tengah transisi new normal.

Berikut isi dari #SultanMenyapaJilid9:

#SultanMenyapaJilid9

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hidupkan Birokrasi Yang Melayani

Assalamualaikum wr. wb.
Salam sejahtera untuk kita semuanya,

ADVERTISEMENT

Di DIY, Reformasi Birokrasi telah digulirkan sejak Maklumat No. 10/1946 tentang Perubahan Pangrèh PrÒdjÒ ke Pamong PrÒdjÒ. Esensinya bukan sekadar istilah, tetapi juga mengubah tata pemerintahannya, dari Abdi-Negara ke Abdi-Masyarakat. Di sanalah sumber Filosofi ASN itu, dari "dilayani" menjadi "melayani". Mereka bukan sekadar kerumunan pekerja kantoran, tapi insan peradaban sarat empati.

Corona mengubah keteraturan menjadi kekacauan. Dari cosmos ke chaos. Dampak positifnya, adalah pergeseran peradaban yang mengubah perilaku. Budaya bersih, peduli lingkungan, belajar disiplin, menguji rasa kemanusiaan dan semangat kegotongroyongan, juga menyadarkan manusia akan makna kehidupan yang lebih hakiki. Konsekuensinya, ASN harus bersiap diri memasuki Era Normal-Baru dengan norma dan etika yang baru pula. Lanjutannya, ASN harus mengubah mindset, karena masyarakat yang dilayaninya pun semakin cerdas - knowledge society, dengan tuntutan yang beragam.

Sedangkan di depan tak ada jalan, kecuali membangunnya sejak dini! Jalan adalah sesuatu yang linier, dan di dunia yang tidak linier penuh lonjakan gejolak ini, kita harus melakukan lompatan pemikiran non-linier: dari daratan yang dikenal baik ke sebuah pulau yang tak dikenal sama sekali. Dari terra firma ke terra incognita. Bukan dengan "sedan mewah" masa silam. Tetapi "jip persneling ganda" yang bisa menjelajah medan sulit dan mudah untuk dimanuver.

Meski bermetafora mekanis, wahana baru itu tetap punya hakikat organisme biologis yang hidup, bukan mesin. Birokrasi baru itu merupakan jaringan pemikiran trans-disiplin, para pakar yang berbagi ilmu, perwujudan TripleHelix model Jogja. Mereka ada yang di dalam dan yang lain ada di luar Birokrasi. Sehingga menjadikannya Birokrasi cerdas, karena digerakkan oleh mesin imajinasi manusia. Mengundang partisipasi publik dan mitra kerja untuk melakukan penjelajahan Era Normal-Baru, berkolaborasi mendefinisikan protokol Norma-Baru.

Sayangnya, tak ada perhentian dalam rally ke masa depan itu. Tak ada jeda untuk memulihkan tenaga, karena proses perubahan itu sendiri menjadi lomba adu cepat dan asah cerdas. Mereka yang terlalu lama menjalani proses itu dan berlaku bimbang, bisa menjadi pecundang. Lebih buruk lagi, tak dapat turut serta dalam perjalanan.

Karena itu, harus dilakukan perubahan radikal terhadap Birokrasi agar tidak Birokratis, tapi Inovatif, aplikasi dari simbol "Satriya" yang tersemat di dada, meski perubahan itu pun harus dilakukan di tengah lomba itu sedang berlangsung.

Inilah gambaran Birokrasi yang Melayani, bentuknya ramping, proaktif, responsif, partisipatis, sarat empati dan mudah bergerak cepat untuk hadir di tengah masyarakat, membangun relasi, bermitra mencari solusi.

Ayo! Hidupkanlah mesin Birokrasi sebagai Aktor Perubahan dan Insan Peradaban yang Melayani seperti itu. Ya Allah, jauhkanlah itu semua dari sebuah Utopia, dan dekatkanlah menjadi Realita.

Sekian, terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.

Kepala Bagian Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji menjelaskan maksud dari #SultanMenyapa jilid 9 ini. Menurutnya, reformasi birokrasi adalah upaya yang masih terus diupayakan demi tercapainya layanan publik yang ideal dan menyejahterakan.

"Reformasi birokrasi dapat dicapai dengan mulus apabila aparat-birokrat bekerja dengan hati, agar tercipta tata layanan publik yang manusiawi. Di saat ini, di tengah-tengah pandemi Corona, semua pihak diminta dan mau tidak mau harus belajar, tentu agar bisa survive dan dapat melanjutkan peradaban," kata Ditya melalui keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).

Selanjutnya, masyarakat sebagai bagian dari tatanan hidup juga pada akhirnya mempelajari banyak hal, di mana secara otomatis membawa peradaban ini menuju masyarakat informasi. Alhasil, masyarakat menjadi lebih literat dan lebih kritis dalam menyikapi banyak hal. Mereka ingin lebih didengar, diapresiasi dan diakomodasi.

"Konsekuensinya, ASN sebagai garda birokrasi juga harus ikut belajar, dalam hal ini, ASN harus selalu memutakhirkan pengetahuan dan strategi menghadapi era normal baru yang mau tidak mau harus dilalui," ucapnya.

"Sehingga ASN harus benar-benar memahami konsep Memasuh Malaning Bumi, yaitu merawat dan melanjutkan kehidupan dengan modal sosial Mangasah Mingising Budhi, dengan mau belajar dan menjadi insan berilmu dan bernurani," imbuh Ditya.

Terkait tatanan normal baru, Ditya menyebut dapat diibaratkan sebagai upaya membangun kembali jalan peradaban. Di mana berbagai kendala harus disikapi sebagai peluang untuk belajar dan berinovasi.

Dari pesan Sultan itu, seluruh pihak diminta harus logis dan cerdas menyikapi tatanan baru yang akan dilalui. Perlu berpikir multidimensional, tinggalkan ego sektoral, dan bangun kerja bersama lintas sektor dan lintas ekosistem, tepikan kompetisi, serta mulai untuk berkolaborasi.

"Semua unsur harus berpikir bersama, bekerja bersama dalam jalinan multihelix, untuk menempuh tantangan tatanan normal baru yang belum pernah terbayangkan sama sekali. Tak boleh ada yang dikesampingkan, tak boleh ada yang diabaikan, karena apabila salah satu ekosistem tersebut goyah, maka seluruh ekosistem dipastikan akan terkena dampaknya sebagai resiko multiplayer effect," katanya.

Ditya menambahkan, proses adaptasi menuju new normal harus dilakukan serempak, bersama-sama, saiyeg saeka praya, saiyeg saeka kapti (kebulatan tekad dan hati bersama). Pembangunan tatanan baru tidak akan berhasil tanpa ada komitmen-komitmen bersama dalam menjalankan protokol-protokol kesehatan dan sosial.

"Yang mengabaikan protokol new normal, bisa jadi akan jadi korban. Dalam hal ini, setiap manusia harus memiliki rasa waspada. Yitna yuwana, lena kena. Adaptasi harus selalu dapat dilakukan dalam situasi apapun dengan adanya standar yang jelas dan mudah dilakukan," ucapnya.

Ditya menuturkan pesan Sultan itu juga mengingatkan manusia harus menjalankan prinsip empan papan, pandai beradaptasi. Terlebih manusia dikaruniai pemikiran dan hati nurani, diharapkan masyarakat memiliki komitmen dan kesadaran bersama menuju era baru.

Saat ini birokrasi memerlukan ekosistem baru, yaitu ekosistem inovasi yang menjadi think tank dan think factory yang menjadi motor pembangunan layanan publik. Ada langkah awal yang dapat dijadikan alat bagi birokrasi, yaitu membangun kepekaan sosial dan mau mendengarkan.

"Sesanti luhur Sukeng Tyas Yen Den Hita mengajarkan bahwa mendengarkan dan menerima masukan adalah cara terbaik dalam upaya memulai tatanan kehidupan dan masyarakat. Bertransformasi menuju birokrasi yang melayani, ada empat modal yang harus dimiliki aparat-birokrat, yaitu kewasisan, taberi, budi rahayu, dan kasarasan," ujar Ditya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads