Sementara, Ketua Takmir Masjid Agung Kota Semarang, KH Hanief Ismail mengatakan kegiatan Shalat Tarawih di Masjid Agung Kauman ditiadakan selama masa pandemi Corona.
"Sesuai imbauan pemerintah dan menghindari merebaknya COVID-19, tidak diadakan Shalat Jumat, apalagi Tarawih," tutur Hanief.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, sebelum pandemi virus Corona tradisi Dugderan biasa digelar dengan rangkaian pawai dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Semarang di Kauman. Pawai diawali penabuhan beduk di Balai Kota oleh Wali Kota yang berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat.
Pawai biasanya diikuti berbagai komunitas dan membawa patung khas Kota Semarang, yaitu Warak Ngendhog. Warak merupakan hewan fantasi yang menyimbolkan kerukunan etnis di ibu kota Jawa Tengah itu. Hal tersebut terlihat dari kepala naga yang menyimbolkan etnis Tionghoa, badan unta menyimbolkan Arab, dan kaki kambing menyimbolkan Jawa.
Kemudian prosesi inti dari Dugderan adalah penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Suhuf Halaqof itu dibacakan, kemudian dilakukan pemukulan beduk disertai suara petasan meriam. Dua suara itulah yang menjadi cikal bakal nama acara Dugderan, yaitu 'dug, dug, dug,' suara beduk dan 'der, der, der,' suara meriam.
(ams/mbr)