Bupati Batang, Jawa Tengah, Wihaji memperbolehkan warganya di perantauan untuk mudik Lebaran tahun ini meskipun warga tersebut berasal dari zona merah virus Corona (COVID-19). Apa alasan kebijakan Wihaji yang tak sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal larangan mudik itu?
"Untuk warga di rantau yang tidak terdata JPS (jaring pengaman sosial), silakan mudik," kata Wihaji kepada detikcom, Selasa (21/4/2020).
"Kalau saran saya sih tidak mudik. Tapi, kalau di sana (mereka) tidak makan, tidak punya uang, dan tidak punya pekerjaan, saya tidak melarang pulang," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wihaji menjelaskan pihaknya telah menerima laporan dari komunitas rantau Batang, yaitu banyak warga yang tidak masuk dalam data JPS sebagai jaminan hidup di perantauan selama pandemi Corona ini.
"Kalau tidak mudik, terus di sana nanti kelaparan, siapa yang urus? Kecuali ada kepastian mendapatkan JPS, saya larang mudik," tegasnya.
Menurut Wihaji, alasan warga di perantauan tetap mudik di tengah pandemi Corona di antaranya tidak mendapat jaminan hidup seperti makan dan minum di perantauan, tidak ada penghasilan, dan uang yang menipis.
Meski memperbolehkan perantau mudik bila kondisi terpaksa, Wihaji juga memberi catatan pemudik harus menjalani beberapa tahapan atau protokol kesehatan sebelum kembali ke rumah masing-masing.
"Di tingkat desa-desa telah ada tim gugus tugas penanganan COVID-19. Kita maksimalkan fungsinya. Di setiap desa juga ada rumah karantina, yang dipantau langsung oleh Dinas Kesehatan," kata Wihaji.
Sebelum pemudik bisa masuk rumah, menurut Wihaji, diperlukan waktu 14 hari untuk karantina mandiri di tempat yang telah disediakan oleh setiap desa.
"Masuk desa, harus dilakukan prosedur kesehatan. Dicek suhu tubuh, barang-barang disemprot. Bila sehat, tidak langsung ke rumah, namun dikarantina yang disediakan ada di setiap desa," terang Wihaji.
Namun, bila kondisi pemudik kurang sehat, akan langsung ditangani tim medis untuk langkah-langkah selanjutnya.
"Ini diperlukan kesadaran yang tinggi dan kerja sama, baik pemudik sendiri, pihak desa, maupun lainnya, untuk penanganan wabah COVID-19," tambahnya.
Menurutnya, setiap desa telah menyediakan tempat karantina menggunakan rumah-rumah kosong dan gedung serta bangunan sekolah yang saat ini tidak dipakai. Selama karantina, kebutuhan makan dan minum ditanggung oleh pemda Batang.
"Mereka akan dipantau bersama-sama oleh warga, dalam hal ini tim desa," jelas Wihaji.