Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X kembali menyapa masyarakat dalam menghadapi pandemi virus Corona atau COVID-19. Dalam keterangan tertulisnya, Sultan meminta masyarakat agar tidak mementingkan diri sendiri.
Kepala Bagian Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji menyebut program #SultanMenyapa ini merupakan inisiasi Sultan HB X untuk secara rutin menyampaikan pesan kepada masyarakat. Di mana tujuannya agar masyarakat selalu waspada dalam menghadapi pandemi COVID-19.
"Seperti dapat dilihat belakangan ini, jalanan mulai sedikit ramai dibandingkan beberapa minggu lalu. Pesan beliau (Sultan) diharapkan mampu memberikan penguatan atas pesan-pesan beliau sebelumnya di Sapa Aruh dan pesan agar masyarakat tidak mudik," ucapn Ditya melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (14/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut isi #SultanMenyapa dengan tajuk 'Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi'
#SultanMenyapa
"Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi"
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ajaran Sultan Agung itu bermakna mengasah ketajaman akal-budi, membasuh malapetaka bumi. Relevansinya, kini kita harus meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan, bersamaan dengan melestarikan lingkungan, juga sifat-sifat serakah "3G" golek menange dewe, golek butuhe dewe, golek benere dewe, saatnya dicuci habis.
Kini, adalah saat yang tepat untuk mawas diri, apakah kita cuma mementingkan diri sendiri ataukah migunani tumraping liyan?
Islam mengajarkan sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang berguna bagi sesama. Maka, eratkanlah kembali budaya gotong royong, tidak hanya di desa-desa tapi juga di kota-kota, tidak hanya pada tradisi sambatan seperti di desa, tapi juga wujudkanlah dalam mengatasi masalah bersama bangsa ini.
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Ditya mengungkapkan #SultanMenyapa dengan tajuk 'Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi' ini adalah seri pertama. Dia menjelaskan Sultan bermaksud memberikan pengertian bahwa masyarakat tidak boleh egois, ilmu yang tinggi akan sangat berarti jika dapat diterapkan dan berguna bagi masyarakat lain, dan gotong royong merupakan modal sosial terbesar rakyat Yogyakarta untuk menghadapi pandemi ini bersama-sama.
"Mangasah Mingising Budi, dan Memasuh Malaning bumi adalah sejatinya dwitunggal-relasional, yang menggambarkan keterkaitan antara kesejahteraan, ilmu pengetahuan sekaligus upaya menghargai alam serta lingkungan sekitar kita. Dalam kehidupannya, manusia tentu menginginkan kesejahteraan dan kesentosaan hidup, seperti yang tercermin dalam sesanti 'Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karta Raharja'," ucap Ditya.
Video Pemuda Marah-Marah Tak Terima Ditegur karena Tak Pakai Masker:
Lanjutnya, sebuah kesejahteraan hakiki, akan dapat diraih oleh manusia apabila mampu melewati segala coba dari Yang Maha Kuasa. Seperti halnya saat ini, ketika wabah virus Corona menjadi ujian bersama bagi manusia di seluruh dunia.
"Dapat dianggap sebagai sebuah pagebluk, di sinilah konsep Mangasah Mingising Budi dan Memasuh Malaking Bumi benar-benar dapat menjadi obat jiwa dan hati dalam menghadapi pagebluk virus Corona ini," ujarnya.
"Di dunia memang banyak para cerdik pandai, dan beberapa berupaya mencapai tataran Mangasah Mingising Budi. Mangasah Mingising Bumi mensyaratkan sebuah pitutur atau nasihat, bahwa setinggi apapun ilmu tak akan bermanfaat apabila bila tidak diamalkan," lanjut Ditya.
Dia menambahkan, ilmu harus diberikan sentuhan rasa, agar menjadi dwitunggal ideal ilmu dan ngelmu. Ngelmu adalah konsep bagaimana ilmu diamalkan, diterapkan dan pada akhirnya berguna bagi masyarakat di sekitarnya. Implementasi ngelmu akan menjadikan manusia eling lan waspodo, menjadi lebih peka terhadap lingkungannya, baik kepada sesama manusia atau alam sekitarnya.
Selanjutnya, konsep dwitunggal ilmu dan ngelmu inilah yang akan membawa manusia pada suasana guyub rukun, sebagai pengingat akan pentingnya tradisi gotong-royong sebagai pengejawantahan filosofi rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.
Sekali lagi, kata Ditya, virus Corona ini sejatinya adalah cobaan, yang akan menguji tingkat kesabaran, keselarasan akal dan pikiran, pun kepekaan hati manusia sebagai mahluk sosial. Dengan bekal gotong royong, sabar dan menerima, serta guyub rukun, manusia dapat menempuh segala coba, melalui berbagai fase yang memang haruslah dilalui.
"Saat inilah kita harus melakukan instrospeksi atas apa yang terjadi. Virus Corona memang masih menjadi ancaman bagi seluruh penduduk bumi. Tapi percayalah, Tuhan tidak akan pernah memberikan coba yang tidak bisa dilalui oleh mahluk-Nya," ucapnya.
Caranya adalah dengan memperkuat kembali konsep 'Manunggaling Kawula lan Gusti'. Inilah saatnya pemerintah dan masyarakat bergotong-royong, memutus habis mata rantai wabah virus Corona. Seluruh elemen harus bersatu padu, saiyeg saeka praya, satu kata dan satu perbuatan, dalam menyehatkan manusia dan bumi seisinya.
Saling percaya dengan rasa tulus, kerja sama, memberi tanpa ada tendensi, dan menghilangkan ego pribadi adalah modal mengembalikan kesejahteraan yang terenggut oleh virus Corona ini.
"Jadilah manusia yang berbekal cahaya atau nur, dimana manusia akan bermanfaat bagi orang lain. Lakukan perbuatan baik, walau sekecil apapun, selaras dengan filosofi 'Urip Iku Urup'. Mari bersama-sama mencapai tataran hidup Hamemayu Hayuning Bawana, melalui laku Ambrasta dur Hangkara, melalui titian batin Mangasah Mingising Budi, dan Memasuh Malaning Bumi," ucapnya.