"Pemerintah perlu memperhitungkan dampak langsungnya terhadap potensi penerimaan negara, dan menyusun rencana matang untuk mengkompensasi potensi penerimaan negara yang hilang," jelas Adrianto kepada detikcom, Selasa (21/1/2020).
"Misalnya potensi kehilangan pembebasan PPh (pajak penghasilan) atas dividen harus dapat dikompensasi dengan pemungutan penerimaan negara dari sumber lainnya, atau dengan penciptaan jumlah lapangan kerja tertentu," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adrianto mengingatkan omnibus law perpajakan nantinya tidak boleh kontraproduktif dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Apalagi regulasi pajak di dalam negeri tidak bisa dilepaskan dari perjanjian internasional.
"Dalam konteks perpajakan internasional, kompetisi perpajakan antar negara dapat menimbulkan kerugian terhadap penerimaan negara akibat penerapan rezim pajak yang rendah, low tax," ungkapnya.
Dalam rencana omnibus law perpajakan pemerintah harus memastikan pengurangan beban pajak tepat sasaran dan sesuai yang diinginkan investor. Sementara di sisi lain pemerintah juga harus memastikan tak adanya kritik dari negara lain.
"Pemerintah harus memastikan bahwa insentif tersebut tidak akan mengundang kritik dari negara lain akibat penerapan rezim pajak yang rendah. Keseimbangan antara dua hal ini dapat menjadi faktor penentu keberhasilan omnibus law perpajakan," katanya.
Adrianto mengakui omnibus law perpajakan akan semakin menambah regulasi. Namun hal itu, katanya, tak perlu dirisaukan karena adanya ketentuan lex posterior derogat legi priori atau peraturan baru dapat mengalahkan peraturan lama. (ush/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini