Perjalanan Kasus Deni Pemutilasi PNS Bandung yang Divonis Mati

Perjalanan Kasus Deni Pemutilasi PNS Bandung yang Divonis Mati

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 02 Jan 2020 18:02 WIB
Deni Prianto, pelaku pembunuhan dan mutilasi Komsatun Wachidah, PNS Kemenag Bandung divonis mati di PN Banyumas, Kamis (2/1/2020). (Foto: Arbi Anugrah/detikcom)
Banyumas - Deni Prianto (37), pelaku pembunuhan dan mutilasi Komsatun Wachidah (51), PNS Kemenag Bandung dijatuhi hukuman mati. Vonis tersebut dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Deni Prianto alias Goparin, oleh karena itu dengan pidana mati," kata hakim ketua Abdullah Mahrus saat membacakan vonis di PN Banyumas, Kamis (2/1/2020).

Deni divonis bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, kemudian Pasal 181 KUHP dan Pasal 362 KUHP. Vonis hakim ini sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Deni dengan hukuman mati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus ini mulanya terungkap saat seorang warga menemukan tengkorak manusia dalam kondisi gosong di Watuagung, Kecamatan Tambak, Banyumas pada Senin, 8 Juli 2019 sore. Saat itu polisi tak menemukan tanda identitas korban di lokasi penemuan tengkorak dan tulang yang terbakar.


Melalui keterangan sejumlah saksi, diketahui ada sebuah mobil mencurigakan yang sempat terlihat berada di lokasi tersebut. Polisi akhirnya menangkap pelaku Deni pada Kamis (11/7) petang.

Identitas korban pun akhirnya terungkap, yakni seorang PNS Kemenag Kota Bandung, Komsatun Wachidah. Perkenalan keduanya berawal dari media sosial. Deni sengaja mengedit profil dan fotonya saat berkenalan dengan korban. Rupanya Deni sengaja mendekati korban karena tergiur ingin menguasai harta korbannya.

Pada perkembangan kasusnya, terungkap Deni membunuh korban di salah satu kos di Bandung pada Minggu, 7 Juli 2019. Korban dibunuh dengan cara dipukul dengan martil dan tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa bagian usai keduanya berhubungan.

Selanjutnya potongan tubuh korban dibuang dan dibakar di dua lokasi berbeda, yaitu di Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas dan Sempor, Kabupaten Kebumen. Deni kemudian menjual mobil Daihatsu Terios milik korban di sebuah diler di Purwokerto

Dalam rekonstruksi yang digelar polisi, Deni memperagakan 87 adegan yang dimulai dengan adegan pertemuannya dengan korban di sebuah tempat kos di Bandung. Hingga adegan terakhir yakni pembuangan potongan mayat korban di TKP terakhir di Sempor, Kebumen. Kanit Reskrim III Polres Banyumas Ipda Rizqi Adhiansyah Wicaksono saat itu mengungkap bahwa Deni berniat membunuh korbannya sejak awal.

"Mulai sejak kapan dia berniat untuk membunuh, kemudian bagaimana cara dia untuk menyiapkan untuk menghabisi nyawa korban, kemudian kapan si pelaku menghabisi nyawa korban. Kemudian dengan apa pelaku memutilasi untuk menghilangkan barang bukti yang nanti akan dia bawa ke suatu tempat kemudian dia bakar," ujar Rizqi di kantornya, Selasa (30/7).


Kondisi psikologis Deni juga telah diperiksa. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui bahwa psikologis Deni normal.

"Sementara hasilnya memang belum keluar, tapi hasil komunikasi kami dengan tim psikologinya kognitif ya bagus. Kemudian keadaan jiwa dari tersangka normal. Jadi betul pelaku dipastikan melakukan perbuatan ini secara sadar dan bisa bertanggung jawab atas perbuatannya," kata Rizqi.

Sidang perdana kasus ini digelar di PN Banyumas pada Selasa (1/10). Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Deni Prianto dengan pasal berlapis, dakwaan primer Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP, lebih subsider Pasal 355 ayat 2 KUHP. Serta Pasal 181 KUHP dan ketiga Pasal 362 KUHP.

"Pasal tersebut mencakup pada pembunuhan berencana, kemudian pasal menyembunyikan mayat dengan cara dibakar, kemudian pasal pencurian harta di korban tersebut," kata JPU Antonius kepada wartawan di PN Banyumas, Selasa (1/10).

Selama persidangan berlangsung, Deni Prianto hanya tertunduk di ruang sidang, bahkan Deni tidak mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut. Dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Selasa (15/10), suami korban, yakni Soib (51), hadir sebagai saksi.

Soib, warga Cileunyi, Bandung, Jawa Barat, tak kuasa menahan tangis. Ia tidak dapat menyembunyikan kesedihan ketika mengutarakan perasaannya selepas kepergian istrinya.

"Yang jelas, saya, keluarga, kalau ingat anak, nangis, hancur setelah ini," kata Soib.


Dalam sidang tersebut, untuk pertama kalinya suami korban bertatap muka dengan terdakwa. Soib tampak bisa menyelesaikan keterangannya soal kronologi istrinya meninggalkan rumah hingga akhirnya jasadnya ditemukan dalam kondisi tragis di Banyumas.

Sidang berlanjut dengan agenda pembacaan tuntutan. JPU Antonius menyatakan, berdasarkan fakta persidangan pada sidang sebelumnya, terungkap perbuatan Deni sangat keji. Ditambah terdakwa Deni merupakan residivis dan masih menjalani masa bebas bersyarat hingga 2020.

"Perbuatan terdakwa cukup keji, sadis, dan posisi terdakwa juga merupakan residivis perkara pencurian dengan kekerasan. Dia juga residivis perkara penculikan dan posisi terdakwa saat ini sebenarnya masih pembebasan bersyarat. Untuk itulah salah satu pertimbangan bagi kami kenapa kami melakukan penuntutan hukuman mati," kata Antonius kepada wartawan seusai persidangan di PN Banyumas, Selasa (3/12).

Dia mengatakan pertimbangan JPU menuntut terdakwa dengan hukuman mati juga didasarkan selama persidangan tidak terdapat hal-hal yang meringankan dari terdakwa.

"Untuk tuntutan pidana mati kami, memang tidak ada hal-hal yang meringankan karena dalam persidangan juga tidak terungkap ada hal yang meringankan dari terdakwa tersebut," ujarnya.

Sidang pembacaan vonis digelar hari ini di PN Banyumas. Ketua Majelis Hakim Abdullah pun menjatuhi Deni dengan hukuman mati. Surat putusan yang dibacakan itu setebal 159 halaman dengan majelis hakim yang beranggotakan Tri Wahyudi dan Randi Jastian Afandi.

"Perbuatan terdakwa terbilang keji dan membuat perasaan sedih pada keluarga korban dan terdakwa merupakan residivis dalam masa bebas bersyarat. Hal yang meringankan tidak ada," terang Abdullah saat membacakan hal yang memberatkan terdakwa.

Setelah pembacaan surat putusan, hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan banding atau pikir-pikir.

"Keputusan sudah dibacakan, terdakwa mempunyai hak yang sama untuk mengajukan banding atau pikir pikir selama tiga hari setelah keputusan ini dibacakan ataupun menerima keputusan ini," jelas Abdullah.


Selama pembacaan surat putusan, Deni terlihat menunduk dan menangis. Berbeda saat sidang tuntutan beberapa waktu lalu, Deni sempat lemas hingga dibopong anggota kepolisian naik ke atas mobil tahanan.

Sementara penasihat hukum terdakwa, Waslam Makhsid, mengatakan dalam persidangan tadi pihaknya sempat menanyakan kepada Deni apakah akan menerima hasil keputusan atau akan pikir-pikir.

"Memang di awal persidangan kami menanyakan kepada terdakwa Deni mau menerima atau pikir-pikir. Tapi masih ada waktu tiga hari untuk pikir-pikir. Untuk putusan ini tergantung Deni, apakah mau menerima atau pikir-pikir," ucap Waslam.
Halaman 2 dari 4
(rih/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads