"Dari segi kebutuhan masyarakat, nanti menimbulkan kesenjangan yang jauh. Seolah-olah pemerintah tidak peduli penderitaan rakyat yang masih banyak yang susah. Kan bisa beli yang tidak sesensasi itu," kata Drajat kepada detikcom, Minggu (8/12/2019).
Dia juga menyarankan agar jajaran pemerintah lebih fokus menjalankan fungsi dan tugasnya ketimbang melakukan pencitraan. Pemerintah diminta lebih sederhana untuk menjaga keselarasan dengan rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Drajat juga menilai pembelian mobil dinas seharga Rp 1,989 miliar itu bukan sebuah hedonisme, melainkan sesuatu yang sensasional.
"Orang-orang hedonisme ini memuja-muja berbagai hal yang menunjukkan kesenangan dan kelebihannya. Tapi kalau ini (Rubicon untuk bupati) saya sebut sensasional," paparnya.
Menurutnya, orang-orang saat ini memiliki pola hidup yang ingin mendapatkan perhatian. Dengan sensasi tersebut, diharapkan bisa memperoleh penghormatan.
"Misal mobil mewah, itu menaikkan modal simboliknya, yaitu reputasi. Kemudian mendapatkan penghargaan dan penghormatan orang yang sifatnya material," ujar dia.
Tonton juga Jadi Saksi Kasus Muhtar Ependy, Eks Bupati Empat Lawang Akui Beri Suap :
Contoh lain ialah lampu-lampu kota yang gemerlap. Padahal bisa saja pemerintah memasang lampu yang cukup untuk menerangi jalan.
"Gemerlap lampu kota sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan, yang penting fungsinya. Tapi itu tetap dilakukan untuk sensasi, agar diperhatikan," tegasnya.
Sosiolog UGM, Arie Sujito, menilai Juliyatmono seharusnya memberi teladan yang baik dengan tidak menggunakan mobil mewah.
"Seorang pemimpin sebetulnya harus memberi contoh penting tentang kesederhanaan. Rubicon kan masuk mobil mewah. Oleh karena itu, saya kira mestinya Bupati (Karanganyar) tidak perlu menggunakan mobil mewah itu, sekalipun (itu) hak dia," kata dia, Sabtu (7/12).
"Dan saya kira bukan soal mampu-tidaknya, bukan sekadar hak boleh-tidaknya. Tapi sekadar soal komitmen membangun keteladanan seorang pemimpin yang harus hidup tidak perlu menggunakan mobil mewah," sambung Arie.
Terlebih, lanjutnya, saat ini pemerintah dituntut memberi keteladanan di tengah upaya membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan melayani rakyat. Salah satu keteladanan itu adalah pejabat harus hidup secara sederhana.
"Mestinya tidak perlu (mobil) mewah, (mobil) biasa saja tapi fungsional. Tapi kalau mobil (mewah) itu dibeli dengan kantongnya sendiri sih, beda ya," katanya.
"Oleh karena itu, sebaiknya pejabat-pejabat itu menghindari kontroversi kaya begini, supaya pesan memberi keteladanan soal hidup tidak harus mewah itu sampai (ke masyarakat)," imbuh Arie.
Arie juga menyoroti alasan pembelian mobdin mewah, yakni menyesuaikan kondisi jalanan di Kabupaten Karanganyar. Menurutnya, alasan itu terlalu berlebihan.
"Kalau menggunakan (Rubicon) karena alasan jalan dan sebagainya, selama ini kan sudah lama jalannya seperti itu, dan semakin baik kan sekarang jalannya, (jadi) jangan dijadikan alasan untuk membeli mobil (dinas) mewah," ucapnya.
Sebelumnya, Bupati Karanganyar Juliyatmono menjawab polemik pembelian mobil dinas Rubicon. Pria yang akrab disapa dengan sebutan Yuli itu mengingatkan agar masyarakat tak hanya melihat dari satu sisi, melainkan juga berdasarkan kinerja.
Pembelian Rubicon oleh Pemkab Karanganyar dinilai Yuli sebagai ucapan terima kasih dari jajaran ASN atas kinerjanya yang baik. Dia menegaskan tidak pernah meminta fasilitas untuk pribadi.
"Toh, sudah banyak penghargaan, termasuk Parasamya Purnakarya. Lalu apa yang mau dikasihkan ke saya. Karena saya nggak pernah minta. Terus menganggarkan kendaraan dinas itu," kata Yuli kepada wartawan di rumah dinasnya, Jumat (6/12/2019).
Ia pun menjelaskan terkait banyaknya pihak yang menyebut harga Rubicon mahal dan sebagai pemborosan. Menurutnya, kinerjanya jauh lebih baik dibandingkan nilai sebuah kendaraan.
"Apakah saya tidak sensitif? Kurang empati? Mahal? Boros? Itu dari sudut pandang lain. Dari sudut pandang regulasi tidak dilanggar. Dari segi harga, efisiensi saya 6 tahun lebih barangkali jauh lebih tinggi dari nilai sebuah kendaraan," ujarnya.
Yuli juga menilai pembelian Rubicon sesuai peruntukan di wilayahnya. Sebab, Karanganyar merupakan daerah di lereng Gunung Lawu yang banyak medan terjal dan curam.
"Kalau di Karanganyar, pengalaman tiap hari ke kampung-kampung, gunung-gunung, itu yang paling ideal jip. Yang kira-kira layak, sesuai medan, dan paling layak dipakai ternyata itu, Rubicon. Keren, kan?" katanya.
Jip merek Rubicon yang akan ia pakai nanti memiliki warna hitam dengan dua pintu.
"Laki betul," tandas pria yang disapa Yuli itu.
Yuli juga mengakui sejak kecil ia memang suka jip.
"Kalau bertanya ke saya, apa kendaraan yang saya sukai, memang sejak kecil saya suka jip. Kendaraan lapangan, kendaraan laki banget," sebutnya.
Politikus Golkar itu pun memiliki Jeep Cherokee yang ia sebut sebagai sebagai mobil lapangan.
"Saya punya Cherokee, itu kendaraan lapangan betul, dobel gardan. Saya ke lapangan malam, sore pakai itu. Mungkin membaca itu (saya dipilihkan Rubicon)," ujarnya.
Menurutnya, memang jip seharga Rp 1,989 miliar itu bukan mobil yang banyak dipakai orang. Ia membandingkan dengan mobil-mobil Alphard hingga Fortuner yang mungkin kini dipakai untuk taksi.
"Sekelas Alphard, sedan, Fortuner, sekarang bisa diperoleh di mana pun. Mungkin sekarang jadi kendaraan taksi. Yang tidak dipakai taksi itu (Rubicon). Yang membedakan itu," ujarnya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini