"Lho di UU Keistimewaan itu apakah ada yang diskriminatif? Itu pasal berapa yang menyatakan bahwa mendiskriminasi?" ujar Sigit saat dihubungi wartawan, Rabu (20/11/2019).
Sigit menuturkan, UU Keistimewaan DIY salah satunya mengatur mengenai tanah yang dimiliki Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni Sultan Ground (SG). UU itu tidak mengatur tanah milik negara maupun tanah milik rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau di UU Keistimewaan itu nggak ada yang mendiskriminasi, siapa yang mendiskriminasi? Wong itu mengatur internal keraton kok," sambungnya.
Sigit sendiri mempertanyakan langkah hukum WNI keturunan China yang juga mahasiswa FH UGM, Felix Juanardo Winata, yang menggugat UU Keistimewaan DIY ke MK. Felix menganggap UU itu menjadikannya tak bisa memiliki tanah di Yogyakarta.
"Lha itu (gugatan pemohon) bunyinya gimana, kan itu nggak menyinggung WNI keturunan di pasalnya itu, ada nggak? Di pasalnya itu mengatakan WNI keturunan nggak? Kan nggak ada. Nggak ada hubungannya dengan WNI keturunan," tuturnya.
Selain UU Keistimewaan, Pemda DIY juga memiliki regulasi pertanahan yang tertuang di Instruksi Wagub DIY No K.898/1/A/1975. Instruksi tersebut memerintahkan WNI keturunan atau nonpribumi agar tidak diberikan hak milik atas tanah.
"Makanya harus dipilah instruksi itu bunyinya seperti apa, UU (Keistimewaan) seperti apa, ketentuan normatifnya bagaimana. Kemudian harus dilihat juga dengan UU yang lain, (misalnya) UU Agraria," tutup Sigit.
Diberitakan sebelumnya, Felix Juanardo Winata menggugat UU Keistimewaan DIY ke MK. Sebab adanya UU itu dia menilai Felix warga keturuan China tidak bisa memiliki tanah di Yogyakarta. Dia menilai UU itu diskriminatif dan melanggar Pancasila dan UUD 1945.
Simak juga video Pegiat Antikorupsi ke KPK Bahas UU KPK:
(ush/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini