"Kejadian kemarin (pembentangan bendera), indikasinya adalah ketidaktahuan para siswa. Perlu diberikan pemahaman lebih dalam kepada mereka. Hampir semuanya tidak menyadari kekurangpahaman tersebut bisa menimbulkan konflik yang panjang," ujar Yuni.
Hal ini disampaikan Yuni kepada wartawan usai pembinaan oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Kabupaten Sragen di SMKN 2 Sragen, Jumat (18/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan ini, Yuni menegaskan bahwa tak boleh ada atribut ormas apapun yang dikibarkan di sekolah.
"Sangat tidak setuju. Semua pihak harus memahami hal itu. Siapa lagi yang bertanggung jawab terhadap anak-anak kalau bukan kita," ujar Yuni.
Sebelumnya, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kesiswaan SMK Negeri 2 Sragen, Setyanjadi mengungkap bahwa bendera itu dibawa oleh seorang muridnya.
"Jadi bendera itu dipinjam oleh salah satu siswa dari teman sekampungnya. Ceritanya, anak itu mengisi TPA di kampungnya, kemudian kembali lagi ke sekolah untuk mengikuti kegiatan Rohis. Nah, saat ke sekolah itu dia sempat pinjam bendera itu, kemudian dipakai foto-foto," ujar Setyanjadi.
Menurutnya, para siswa sama sekali tidak mengetahui tindakan mereka menjadi polemik. Bahkan, dia menilai siswanya tak memahami apa itu HTI.
Terkait ada satu pembimbing yang tampak ikut berfoto bersama para siswa, Setyanjadi mengakui orang tersebut adalah dari pihak sekolah.
"Itu adalah Pak Wera, beliau adalah pembina Rohis, resmi dari sekolah. Pengakuan beliau memang tahu ada bendera itu usai anak-anak mengajak berfoto. Tapi setelah itu tidak ada tindakan karena memang saat itu ghirahnya adalah pelantikan pengurus baru," kata Setyanjadi.
Setyanjadi pun berjanji akan lebih berhati-hati melakukan pengawasan terhadap anak didiknya. Pihaknya kembali menegaskan jika di SMKN 2 Sragen sama sekali tidak terpapar radikalisme.
Halaman 3 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini