Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka mengatakan, di periode yang sama pada tahun 2018, Dinkes mencatat 124 kasus DBD. Selain itu, dari angka tersebut tidak ada warga yang berujung meninggal dunia karena DBD.
"Dari bulan Januari sampai 31 Mei (2019) tercatat ada 308 kasus DBD, dan kalau dibandingkan tahun lalu, khususnya pada periode yang sama memang meningkat 2 kali lipat," ujarnya saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Rabu (19/6/2019) petang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, lonjakan kasus DBD pada musim kemarau ini terbilang misterius. Mengingat musim penghujan telah berakhir dan berkaca dari tahun-tahun sebelumnya jumlah kasus DBD menurun saat memasuki musim kemarau.
"Penyebab meningkatnya kasus DBD saat musim kemarau ini mungkin karena masih terdapat genangan air sisa musim hujan kemarin, itu kan bisa jadi tempat berkembangbiak nyamuk (Aedes Aegypti)," katanya.
Baca juga: 18 Warga Cirebon Meninggal Akibat DBD |
"Selain itu, perilaku masyarakat yang belum menerapkan pola hidup bersih juga bisa mempengaruhi kembangbiak nyamuk (Aedes Aegypti)," lanjut Priyanta.
Karena itu, saat ini Dinkes menggencarkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) kepada masyarakat. Selain itu, Dinkes juga tengah memaksimalkan peran juru pemantau jentik (jumantik) yang bergerak dari satu rumah ke rumah lainnya.
"Dan hasilnya (pemantauan dari jumantik) nanti kami gunakan untuk menentukan perlu tidaknya fogging. Tak hanya itu, kami juga mendorong masyarakat untuk menanam tanaman pengusir nyamuk seperti lavender dan serai di pekarangannya masing-masing," pungkasnya.
Lihat video India Dilanda Kekeringan:
(bgk/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini