Peristiwa ini terjadi pada Jalan KS Tubun, Solo, Rabu (22/8) siang. Reka ulang adegan juga sudah dilaksanakan Rabu (i29/8). Terdapat 42 adegan yang diperagakan dalam kegiatan tersebut. Sempat direvisi, berkas perkara Iwan Adranacus akhirnya dinyatakan P21 pada pertengahan Oktober 2018.
Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa di PN Surakarta, berlangsung pada Selasa (6/11). Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Krosbin Lumbangaul. Dalam sidang tersebut, jaksa menjerat Iwan dengan tiga pasal. Pertama ialah Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dakwaan dilanjutkan dengan membacakan pasal subsider yang menjerat Iwan, yakni Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 311 ayat 5 UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
"Korban Eko Prasetio mengalami luka patah tulang lebih dari satu tempat dan mengalami rusaknya jaringan otak sehingga meninggal dunia sebagaimana hasil visum et repertum," kata jaksa Satriawan Sulaksono.
Atas dakwaan tersebut, Iwan tak mengajukan eksepsi. Terdapat momen tak terduga sebelum sidang perdana dimulai. Saat Iwan sedang menunggu sidang, ayah korban yakni Suharto tiba-tiba mendatangi Iwan.
Bukannya memarahi, Suharto justru memeluk dan mencium Iwan. Sambil menangis, Suharto mengatakan telah ikhlas memaafkan Iwan. "Saya sudah ikhlas," ucap Suharto dengan suara terbata.
Sementara Iwan yang tampak kaget didatangi oleh Suharto menyampaikan permintaan maafnya kepada Suharto. "Saya minta maaf," katanya.
Kepada wartawan, Suharto mengatakan bahwa hal itu dia lakukan secara spontan. Dia berharap dengan memaafkan justru akan mendapatkan kebaikan.
"Itu tadi spontan. Mudah-mudahan dengan saya memaafkan, akan diberi yang terbaik. Karena hidup ini sementara, yang langgeng itu akhirat," kata Suharto.
Dia juga mengaku ikhlas atas kepergian anaknya. "Ya saya menyadari bahwa anak saya hanya titipan dari Allah SWT, sudah takdir anak saya meninggal seperti itu," ujar dia.
Selanjutnya dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Kamis (29/11) terungkap bahwa kasus ini berawal saat keduanya bertemu di simpang empat Pemuda, Solo, Rabu (22/8) siang.
Saat lampu menyala merah, mobil Iwan berhenti di sisi kiri jalan. Sehingga motor Eko yang berada di belakangnya tak bisa berbelok ke kiri.
Eko kemudian mendekati kaca sisi pengemudi yang ditempati Iwan. Eko saat itu mengucapkan beberapa kata yang tak didengar jelas oleh Iwan. Namun terlihat saat itu Eko marah-marah.
"Saya buka kaca, yang saya dengar dia bilang 'ini lebaran, kambing!'. Omongannya cepat sekali, saya jawab 'saya bukan kambing'," kata Iwan.
Tiga orang teman Iwan yang ada di dalam mobil kemudian turun dan mengejar Eko. Eko sempat berhenti dan mengacungkan jari tengah ke arah Iwan dan kawan-kawan.
Peristiwa tersebut, menurut Iwan, sempat tidak dihiraukan olehnya karena korban sudah kabur. Namun karena korban kembali muncul di depan rumah Iwan dan menendang mobil, Iwan marah dan mengejar Eko.
Bertemu di ujung selatan Jalan KS Tubun, keduanya kembali cekcok. Mereka sempat saling berkomunikasi.
"Kamu mati kamu, saya sudah catat plat nomer kamu," kata Iwan menirukan ucapan Eko.
"Saya terus bilang dan memberi arahan gerakan ayo ke kantor polisi. Pintu kaca semua saya buka," jawab Iwan.
Di situ, Eko kembali menendang mobil Iwan hingga membuatnya emosi. Iwan mengaku mengejarnya untuk meminta penjelasan tujuan Eko melakukan itu.
"Hanya ingin mengklarifikasi apa tujuannya. Kalau ada maksud jahat kepada kami, kalau di dekat kantor polisi kan bisa langsung terang benderang," ujar dia.
Namun yang terjadi justru mobil Iwan menabrak motor Eko hingga membuat korban terjatuh. Nyawa Eko pun melayang di tempat kejadian.
Dalam sidang tersebut, Iwan mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya. Namun dia mengaku tak melakukannya secara sengaja.
Dalam sidang tersebut, Iwan juga menyampaikan bahwa dirinya telah memberi santunan kepada keluarga korban sebesar Rp 1,1 miliar.
Uang tersebut digunakan sebagai uang duka, biaya hidup, biaya pendidikan hingga kesehatan keluarga Eko.
"Atas permintaan ahli waris korban, kami memberikan kompensasi kepada korban. Total 1,1 miliar," kata Iwan.
Usai persidangan, kuasa hukum Iwan Adranacus, Joko Haryadi, bicara mengenai sidang tuntutan yang saat itu diagendakan pada Kamis (6/12). Dia berharap Iwan dibebaskan dari segala tuntutan.
"Sebetulnya kalau saya memandang ini hanya sebatas kecelakaan lalu lintas. Dalam hukum modern, seharusnya kalau santunan itu bisa diberikan sebelum persidangan, itu bisa menghentikan," kata Joko.
Pada sidang sebelumnya, guru besar hukum pidana UGM, Prof Dr Eddy O.S Hiariej, menjadi saksi ahli. Dia menjelaskan bahwa hukum modern kini lebih menekankan pada ganti rugi.
Namun ganti rugi tidak serta merta menghapus sanksi pidana bagi pelaku. Besaran ganti rugi hanya dapat meringankan hukuman pelaku.
"Jadi bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan vonis. Semakin besar ganti rugi, semakin kecil tuntutannya," kata Prof Eddy.
Ayah korban, Suharto tak mau bicara banyak soal agenda pembacaan tuntutan. Suharto mengatakan bahwa keluarga telah mempercayakannya kepada hukum.
"Sesuai dengan hukum yang berlaku saja," kata Suharto yang rutin mengikuti proses persidangan.
Sidang pembacaan tuntutan kemudian ditunda hingga Kamis (13/12). Namun karena jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Surakarta belum siap, akhirnya hakim memutuskan sidang kembali ditunda hingga 8 Januaro 2019. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini