Menanggapi kasus tersebut, pihak UGM telah membentuk tim investigasi untuk melihat duduk perkara yang sebenarnya. Tim ini dibentuk awal 2018 lalu, dan mulai bekerja sejak Bulan April 2018.
"Pelaksanaan investigasi April sampai Juli 2018. Setelah dibentuk tim, tim melakukan berbagai rangkaian (tindakan)" ucap Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM, Iva Aryani saat dihubungi detikcom, Selasa (6/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tim (investigasi) jalan ke Seram, datang ke sana lalu wawancara dan lain sebagainya. Ngobrol-ngobrol dengan banyak pihak. Lalu kemudian setelah itu April sampai Juli penyusunannya (rekomendasi)," paparnya.
Selesai melakukan investigasi, tim tersebut menyerahkan berkas laporan ke Rektor UGM, Panut Mulyono, pada Bulan Juni 2018. Setelahnya pimpinan kampus mengambil sejumlah tindakan berdasarkan rekomendasi tim.
"Rekomendasi itu sudah dilaksanakan sebagian besar sesuai dengan rekomendasi tim. Jadi tim itu memberikan rekomendasi juga atas persetujuan juga terduga pelaku dan juga penyintas," ujarnya.
Adapun sejumlah rekomendasi tim investigasi tersebut di antaranya memperbaiki nilai KKN terduga korban. Awalnya terduga korban mendapatkan nilai C oleh dosen pembimbing lapangan (DPL) karena tersandung kasus ini.
"Sejumlah rekomendasi di antaranya adalah evaluasi nilai, nilai KKN itu (dari C ke A/B). Lalu kemudian konsultasi psikologi pendampingan itu, dan lain sebagainya," tuturnya.
Iva mengatakan, awalnya pihak kampus menganggap kasus ini selesai. Alasannya rekomendasi yang dijalankan kampus merupakan hasil kesepakatan sejumlah pihak, termasuk dengan terduga korban dan pelaku.
"Tapi makanya itu, kalau memang ada beberapa yang memang merasa bahwa keadilan belum (diterapkan), maka kita akan fasilitasi. Kita akan membantu (terduga korban) sekuat tenaga yang jelas, pasti," pungkas Iva. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini