Melihat Lomban, Sedekah Laut Jepara yang Kental Napas Keislaman

Melihat Lomban, Sedekah Laut Jepara yang Kental Napas Keislaman

Wikha Setiawan - detikNews
Selasa, 16 Okt 2018 16:46 WIB
Foto: Wikha Setiawan/detikcom
Jepara - Pesta Lomban atau larung kepala kerbau di tengah laut sudah menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat nelayan di Kabupaten Jepara. Tradisi lomban sendiri diperkirakan berlangsung sejak satu abad lebih.

Thabroni, sejarawan Kabupaten Jepara menuturkan bahwa tradisi lomban ditilik secara akademik, angka tahun dan dokumen sangat sulit dilacak. Namun, diyakini kemunculannya tidak berbeda jauh dari tradisi seruoa di daerah-daerah lain.

"Kalau melacak secara akademik yang valid memang sulit. Tapi saya kira hampir sama di daerah-daerah pantai utara," ujarnya kepada detikcom di rumahnya Jalan KH Yasin No 4 Saripan, Jepara, Selasa (16/10/2018)
tradisi lomban di Jeparatradisi lomban di Jepara Foto: Dok Pemkab Jepara/detikcom

Menurutnya, tradisi lomban sudah ada sejak sebelum Islam masuk. Dia tidak menampik jika tradisi itu awalnya sebagai sesembahan kepada dewa laut atau penguasa laut. Namun, sejak Islam masuk tradisi itu berubah bernapaskan Islami. Diantaranya doa-doa dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada tuhan atas limpahan rezeki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Islam masuk melalui celah-celah tradisi dan budaya. Sehingga tradisi yang ada (lomban) sudah bernapaskan Islam. Nelayan bersyukur atas limpahan rezeki, tidak ada yang salah," tuturnya.

Terkait larung kepala kerbau, Thabroni mengartikan bahwa itu sebagai simbol membuang keburukan.

"Di dalam Lomban itu ada jajan pasar, syukuran, wayang kulit dan makan bersama. Intinya bentuk rasa syukur kepada tuhan. Kalau larung kepala kerbau itu kan simbol tolak balak," papar dia.

Di Jepara, tradisi lomban memang identik dengan nelayan. Salah satu tokoh yang membuat lomban menjadi hidup adalah Mbah Sidiq.

"Sebelumnya memang sudah ada, tapi yang memperkenalkan lomban menjadi lebih luas adalah Mbah Sidiq namanya," ungkap Thabroni.


Sementara, Hadi Priyanto seorang budayawan menambahkan bahwa pesta lomban diperkirakan lebih dari satu abad. Hal itu mengacu pada pemberitaan Kalawarti sebuah majalah berbahasa Melayu tertanggal 12 dan 17 Agustus 1883.

"Tradisi ini dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri. Dimulai dari Teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor. Sekarang kompleks Pantai Kartini," katanya.

Untuk saat ini, tradisi lomban dibuka dengan ziarah ke makam Encik Lanang sehari sebelum pelarungan kepala kerbau. Malamnya digelar wayang kulit semalam suntuk.


Selanjutnya, dilakukan doa bersama dan membawa kepala kerbau lengkap dengan sesaji ke tengah laut kemudian di larung.

"Untuk larung kepala kerbau konon dimulai sejak 1920 silam. Lomban sendiri dikenal oleh masyarakat Jepara sebagai bakda kupat," tandasnya. (bgs/bgs)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads