Thabroni, sejarawan Kabupaten Jepara menuturkan bahwa tradisi lomban ditilik secara akademik, angka tahun dan dokumen sangat sulit dilacak. Namun, diyakini kemunculannya tidak berbeda jauh dari tradisi seruoa di daerah-daerah lain.
"Kalau melacak secara akademik yang valid memang sulit. Tapi saya kira hampir sama di daerah-daerah pantai utara," ujarnya kepada detikcom di rumahnya Jalan KH Yasin No 4 Saripan, Jepara, Selasa (16/10/2018)
![]() |
Menurutnya, tradisi lomban sudah ada sejak sebelum Islam masuk. Dia tidak menampik jika tradisi itu awalnya sebagai sesembahan kepada dewa laut atau penguasa laut. Namun, sejak Islam masuk tradisi itu berubah bernapaskan Islami. Diantaranya doa-doa dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada tuhan atas limpahan rezeki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Islam masuk melalui celah-celah tradisi dan budaya. Sehingga tradisi yang ada (lomban) sudah bernapaskan Islam. Nelayan bersyukur atas limpahan rezeki, tidak ada yang salah," tuturnya.
Terkait larung kepala kerbau, Thabroni mengartikan bahwa itu sebagai simbol membuang keburukan.
"Di dalam Lomban itu ada jajan pasar, syukuran, wayang kulit dan makan bersama. Intinya bentuk rasa syukur kepada tuhan. Kalau larung kepala kerbau itu kan simbol tolak balak," papar dia.
Di Jepara, tradisi lomban memang identik dengan nelayan. Salah satu tokoh yang membuat lomban menjadi hidup adalah Mbah Sidiq.
"Sebelumnya memang sudah ada, tapi yang memperkenalkan lomban menjadi lebih luas adalah Mbah Sidiq namanya," ungkap Thabroni.
Sementara, Hadi Priyanto seorang budayawan menambahkan bahwa pesta lomban diperkirakan lebih dari satu abad. Hal itu mengacu pada pemberitaan Kalawarti sebuah majalah berbahasa Melayu tertanggal 12 dan 17 Agustus 1883.
"Tradisi ini dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri. Dimulai dari Teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor. Sekarang kompleks Pantai Kartini," katanya.
Untuk saat ini, tradisi lomban dibuka dengan ziarah ke makam Encik Lanang sehari sebelum pelarungan kepala kerbau. Malamnya digelar wayang kulit semalam suntuk.
Selanjutnya, dilakukan doa bersama dan membawa kepala kerbau lengkap dengan sesaji ke tengah laut kemudian di larung.
"Untuk larung kepala kerbau konon dimulai sejak 1920 silam. Lomban sendiri dikenal oleh masyarakat Jepara sebagai bakda kupat," tandasnya. (bgs/bgs)