Monumen Plataran terletak di Dusun Plataran, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman. Monumen ini untuk mengenang puluhahn pejuang Indonesia yang gugur saat pertempuran dengan Belanda pada tanggal 24 Februari 1949.
Pasca agresi militer kedua pada tanggal 19 Desember 1948, ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta dikuasai tentara Belanda. Para pejuang Indonesia menyingkir ke wilayah di Sleman, Bantul, Kulon Progo dan sekitarnya. Setelah mengetahui beberapa markas tentara Indonesia berada di Sleman, Belanda menggelar operasi seperti di Kalasan, Turi, Pakem dan Godean.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pengelola Monumen Plataran, Tomik Subaryadi menceritakan sejarah pertempuran pasukan Belanda dan Indonesia di kawasan itu. Berawal dari gugurnya Letnan Abdul Jalil yang sedang mengadakan patroli di Sambiroto berpapasan dengan Belanda. Pada saat itu Letnan Abdul Jalil gugur tertembak karena senjata laras panjangnya masih dalam keadaan terkunci.
"Setelah Kadet Abdul Jalil tertembak, kemudian Belanda menggeledah pakaian Letnan dan menemukan buku harian. Di buku harian tersebut tercatat semua markas-markas tentara Indonesia di wilayah Kalasan," jelasnya.
Kemudian tanggal 22 Februari pada malam hari, Belanda langsung menyerang markas yang ada di wilayah Bogem. Namun karena tentara Indonesia sebelumnya telah mengetahui bahwa Belanda akan segera menyerang, maka tentara Indonesia berkemas dan lari ke utara.
"Pertempuran di Bogem terjadi selama 3 jam, pejuang Indonesia memberikan perlawanan. Mereka sembunyi diantara tanaman padi yang sedang menguning. Namun, karena pada saat itu Belanda sudah memiliki pesawat, maka Belanda menjatuhkan bom kepada tentara Indonesia, sehingga menewaskan beberapa taruna MA dan perwira," katanya.
Pada akhirnya, setelah terjadi pertempuran hebat, tentara Belanda melakukan pembersihan. Mereka menangkap seorang pimpinan TNI yakni Letnan Husein. Mereka memenggal kepala Letnan Husein dan dipisah menjadi tiga bagian.
"Belanda menemukan Letnan Husein dengan ciri-ciri tubuhnya pendek, dan gundul sehingga mereka mengira Letnan Husein adalah orang Jepang. Langsung saja Belanda memotong tubuh Husein menjadi tiga bagian. Kemudian kami simboliskan patung yang berdiri itu untuk menghormati dan mengenang Letnan Husein," jelasnya lagi.
Menurutnya Monumen Plataran ini dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tanggal 24 Februari 1977 oleh Jenderal Surono. Monumen Plataran terletak di Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
"Setelah itu, Pak Wiyogo Atmodarminto mantan Gubernur DKI memberikan masukan dan arahan kepada teman-temannya untuk mengajak mendirikan Monumen sebagai tanda bukti bahwa tentara Indonesia telah memperjuangkan Negara di desa Plataran ini," ungkapnya.
Di dalam Monumen Plataran ini Anda dapat melihat patung simbolis Letnan Husein yang dipotong tubuhnya dengan tinggi mencapai 5 meter, terdapat juga 8 patung taruna naik burung garuda yang sedang memanjatkan doa kepada yang Maha Kuasa, agar para arwah pejuang diterima, dua buah joglo yang melambangkan bulan ke dua yakni Februari, 24 buah anak tangga, dan ukiran kaca bertulis MA atau Militer Academy
"Seluruh pembangunan monumen ini sesuai dengan konstruksi aslinya, nggak asal bikin, dan semua ada maknanya masing-masing," ungkap Tomik.
Monumen Plataran yang memiliki luas 7.500 meter persegi ini sering digunakan berbagai macam kegiatan. Tak jarang juga dikunjungi oleh taruna Akmil untuk ziarah dan karya bakti. Gubernur juga menginstruksikan agar Monumen ini menjadi lebih baik lagi.
Tonton juga video: 'Pernah Lihat Wajah Monumen Pembebasan Irian Barat?'
(bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini