Beralamat di Dusun Anjir, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo, rumah tersebut memiliki luas sekitar 8x8 meter. Hanya bagian depan saja yang berdinding kayu. Alas rumah masih berupa tanah. Di bagian atas dan bawah dinding, ada rongga sehingga tampak antara dinding dengan atap rumah tidak tertutup rapat. Di beberapa bagian dinding rumah juga terlihat berlubang dan reyot. Untuk perabotan rumah tangga juga terlihat seadanya. Ada empat ruangan, yakni ruang tamu, dua kamar, dapur.
"Ya seperti ini kondisinya," kata Kamilah, saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Kamis (29/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama lima hari tiap pekannya, anak Kamilah, Wahyu Heri Setiyawan (13) yang mengalami keterbelakangan mental harus berjalan kaki naik turun bukit sebelum diboncengkan naik sepeda onthel oleh orang tuanya untuk berangkat sekolah ke SLB N 1 Kulon Progo. Jarak dari rumah ke sekolahnya sekitar 11 kilometer.
Meski hidup dalam kondisi pas-pasan, namun dalam diri keluarga Wahyu tampak semangat untuk terus menjalani kehidupan agar lebih baik lagi.
"Yang penting pendidikan anak, bisa sekolah. Anak punya teman, punya ketrampilan, bisa belajar membaca, menulis, bisa main, bisa jajan seperti temannya, saya sudah bersyukur alhamdulillah," ucap Kamilah.
![]() |
Sementara aktivitas Wahyu sepulang dari sekolah langsung berganti baju dan bermain bersama Kamilah. Ayahnya, Hernowo, kembali disibukkan dengan rutinitas sehari-hari mencari kayu bakar untuk dijual dan rumput untuk pakan ternak kambingnya. Sedangkan Kamilah di sela menemai Wahyu bermain, dia mencari daun pisang untuk dijual.
Menurut Kamilah, rumahnya selama ini belum tersentuh bantuan dari pemerintah. Rumah yang dihuni keluarganya itu merupakan peninggalan orang tua sang suami. Sempat ada niatan untuk memperbaiki rumah, namun karena faktor ekonomi hal itu terpaksa diurungkan.
"Tinggal di rumah ini sudah sejak menikah, puluhan tahun. Sempat direnovasi tapi dibantu kakak," ujarnya.
![]() |
Diakuinya, sehari-hari penghasilan keluarga tidak menentu dari hasil menjual kayu bakar dan daun pisang. Pemasukan sedikit terbantu ketika ternak kambinya melahirkan dan dijual. Serta bantuan uang untuk keluarga miskin, sebesar Rp 500 ribu yang diterima tiap 3 bulan sekali. Uang itu dipakai untuk tabungan sementara ketika sulit mencari kayu bakar dan daun pisang, serta untuk membayar langganan listrik sebulan sekitar Rp 15 ribu.
Sekitar lima tahun lalu, kata Kamilah, keluarganya juga sempat mendapat jatah bantuan beras. Namun setelah itu hingga kini, keluarganya tak lagi menerimanya.
"Tidak tahu kenapa," akunya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini