Lansia Ini Bersepeda 11 Km Agar Anaknya yang Tunagrahita Sekolah

Lansia Ini Bersepeda 11 Km Agar Anaknya yang Tunagrahita Sekolah

Ristu Hanafi - detikNews
Kamis, 29 Mar 2018 16:09 WIB
Kamilah di rumahnya. Foto: Ristu Hanafi/detikcom
Kulon Progo - Pengorbanan orang tua kepada anak tidak bisa dinilai dengan apapun. Seperti yang dilakoni pasangan suami istri yang telah berusia lanjut, Hernowo (60) dan Kamilah (61), warga Dusun Anjir, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo.

Di tengah kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, keduanya tetap bertekad memberikan yang terbaik bagi anaknya. Salah satunya adalah pendidikan.

Selama 5 hari setiap pekan, Senin-Jumat, keduanya rela bersusah payah mengantarkan anak semata wayangnya, Wahyu Heri Setiyawan (13) berangkat ke sekolah. Bukan naik kendaraan bermotor atau angkutan umum, tapi perjuangan Hernowo dan Kamilah dengan naik sepeda onthel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wahyu, sejak kecil mengalami keterbelakangan mental atau tunagrahita. Kondisi itulah yang mendasari Hernowo dan Kamilah setiap hari mengantar anaknya sekolah di SLB N 1 Kulon Progo. Berboncengan bertiga, Hernowo duduk di depan mengayuh sepeda, Wahyu duduk di tengah, dan Kamilah duduk di belakang memegangi sang anak agar tidak jatuh.

Jarak perjalanan yang ditempuh lumayan jauh, sekitar 11 kilometer dari rumah menuju SLB N 1 Kulon Progo yang berada di Desa Gotakan, Kecamatan Panjatan. Rute yang dilalui pun tak kalah menantang.

Diawali jalan kaki dari rumah yang berada tepat di bawah bukit untuk menyusuri jalan bertapak tanah, kondisinya licin dan curam, agar bisa naik ke jalan kampung. Lalu bersepeda melewati jalan raya dengan kondisi naik-turun perbukitan, kemudian melintasi Kota Wates sebelum sampai di sekolah. Mereka berangkat dari rumah setiap pukul 06.30 WIB, dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan.

"Sudah sejak 5-6 tahun lalu, Wahyu kalau bonceng sendiri sering tidur di jalan. Takutnya nanti jatuh, jadi saya ikut bonceng di belakang pegangi Wahyu, bapak yang kayuh sepeda," tutur Kamilah, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/3/2018).

Rumah pasutri lansia yang memiliki anak tunagrahita.Rumah pasutri lansia yang memiliki anak tunagrahita di Kulon Progo. Foto: Ristu Hanafi/detikcom

Tak hanya mengantar saja, Hernowo dan Kamilah juga setia menunggu anaknya hingga selesai belajar di sekolah. Masuk kelas pukul 08.00, jam belajar Wahyu selesai pukul 12.00.

"Ya setiap hari begini, menunggu Wahyu, paling duduk-duduk di depan sekolah, ngobrol dengan orang tua siswa lain. Kalau ditinggal pulang juga capek bolak-balik rumah ke sekolah," ujarnya.

Kamilah mengaku Wahyu awalnya sempat sekolah SLB di Kecamatan Pengasih yang jaraknya lebih dekat dengan rumahnya. Namun kemudian pindah di Panjatan karena SLB yang lama tengah direnovasi.

"Tapi setelah pindah ke sini, Wahyu betah. Banyak temannya, tidak mau kembali lagi ke sekolah yang dekat rumah. Jadi ya menuruti kemauan anak saja, penting mau sekolah, belajar, ketemu teman," jelasnya.

Saat ini, Wahyu duduk di bangku kelas 5. Teman satu kelasnya berjumlah empat orang.

Sementara itu ayah Wahyu, Hernowo, jika dilihat dari kondisi fisiknya terbilang tidak cukup bugar. Apalagi faktor usianya yang sudah berkepala enam. Hernowo juga mengalami gangguan pendengaran sejak kecil sehingga jika berbicara dengannya harus dengan suara cukup keras. Namun seletih apapun yang dirasakan tubuhnya tetap dilakoni Hernowo agar Wahyu bisa belajar di sekolah.

"Biar belajar, bertemu temannya, bermain," ucap Hernowo.

Hernowo dan Kamilah pun harus membagi waktu untuk mengais rezeki. Karena sepulang sekolah, tak jarang Wahyu bertingkah rewel seperti bocah seusianya.

"Ya kalau pas di rumah, sering rewel, minta jajan, minta main," imbuh Kamilah.

Penghasilan keluarganya pun hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari tanpa bisa menabung. Hernowo pekerjaannya serabutan, sedangkan Kamilah berjualan daun pisang.

"Bapak sering cari kayu bakar lalu dijual, kalau saya bantu cari daun dijual ke warung-warung. Kalau per hari tidak tentu, bisa dapat uang Rp 15 ribu, bisa juga Rp 20 ribu," urai Kamilah.

Beruntung keluarganya memiliki tiga ekor kambing peliharaan. Setiap melahirkan, anak kambing dijual untuk menambah penghasilan.

"Ada juga bantuan dari pemerintah, Rp 500 ribu per 3 bulan, tapi ya kalau pas kambing tidak hamil, terus sulit cari kayu bakar, uang segitu ya mau tak mau harus cukup. Pernah juga dulu, lama, dapat bantuan beras, tapi sekarang tidak lagi. Tidak tahu kenapa," imbuh Kamilah. (sip/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads