Medsos Dinilai Ikut Picu Fenomena Kriminal Pelajar di Jateng dan DIY

Medsos Dinilai Ikut Picu Fenomena Kriminal Pelajar di Jateng dan DIY

Usman Hadi - detikNews
Rabu, 24 Jan 2018 10:23 WIB
Pelaku pembunuhan sopir taksi online di Semarang yang masih duduk di bangku SMA. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Yogyakarta - Fenomena tindak kriminal oleh pelajar terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Kasus terbaru, dua siswa SMK menjadi tersangka pembunuhan driver taksi online Grab di Semarang. Sebelumnya, seorang siswa SMP di Sleman, DI Yogyakarta juga tertangkap setelah mencoba merampas mobil taksi online.

Lalu, apa sebenarnya penyebab kalangan pelajar ini melakukan tindak kriminal hingga tidak segan melakukan pembunuhan?

Dosen Psikologi dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr phil Qurotul Uyun mengatakan, banyak faktor pemicu kalangan pelajar melakukan kejahatan. Mulai dari faktor internal seperti sifat bawaan sampai faktor eksternal yakni karena lingkungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Terlepas dari dua faktor tersebut, Uyun memberikan perhatian lebih terhadap sisi negatif hadirnya media sosial (medsos). Menurutnya, semenjak medsos booming sekitar tahun 2008-2009, aksi kejahatan juga meningkat tajam termasuk aksi kekerasan yang dilakukan pelajar.

"Sepertinya sekarang (tindak kriminal) dikuatkan oleh media sosial, jadi ada contohnya. 'Oh ada klitih (sebutan aksi kejahatan di jalanan Yogyakarta)', malah dicontoh," kata Uyun saat dihubungi detikcom, Rabu (24/1/2018).

Selain medsos, Uyun juga menyoroti pemberitaan beberapa media massa. Dalam kasus kejahatan yang dilakukan pelajar, kata Uyun, terkadang media massa melebih-lebihkan dengan tujuan mencari sensasi untuk menarik minat pembaca.


"Kadang-kadang media massa sendiri itu menampilkan kejahatan bukan untuk mendidik, tetapi malah supaya (mencari) sensasi. Jadi orang justru tidak mengambil hikmah, tetapi malah belajar caranya menjadi jahat," ungkapnya.

Menurutnya, kehadiran medsos dan media massa tidak selalu berdampak negatif, namun juga berdampak positif. Namun, lanjutnya, kerap medsos dimanfaatkan sebagai media untuk mempengaruhi seseorang berbuat jahat.

"Media sosial bukan hal yang negatif. Menjadi negatif kalau orangnya sudah negatif akhirnya dimudahkan. Kalau orangnya baik ya dimudahkan baik. Kalau orangnya jahat dimudahkan jahat juga," bebernya.

Terlepas dari pengaruh medsos yang memiliki dua sisi yang berbeda, memang banyak faktor pemicu kalangan pelajar untuk melakukan tindak kriminal. Seperti perlakuan kasar yang diterima pelajar tersebut dari orangtua maupun dari lingkungannya.


"Mungkin di dalam keluarganya diperlakukan tidak adil atau mungkin diperlakukan dengan kasar. Jadi dia sejak kecil belajar kekerasan, menganggap kekerasan itu hal yang wajar," paparnya.

Kemudian, lanjut Uyun, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Hadirnya film dan game yang menampilkan kekerasan juga dapat memicu anak melakukan aksi serupa.

"Kemudian kalau klitih dari kalangan anak-anak itu ingin menunjukkan dirinya jagoan, terkadang seperti itu. Kadang-kadang agar diterima oleh kelompoknya, dianggap kuat atau berani," ungkapnya.

Untuk mengatasi persoalan ini, kata Uyun, peran keluarga menjadi penting. Sebab, di keluarga adalah unit paling awal dalam menanamkan berbagai nilai ke anak, termasuk nilai-nilai moral dan agama.

"Keluarga itu yang paling utama. Jadi harus menanamkan sejak dini itu nilai-nilai agama. Orang harus berbuat baik, mengenal Allah. Kalau faktor lingkungan ya kita bisa mencari lingkungan yang religius. Lingkungan juga harus membantu untuk menguatkan prilaku yang baik," tuturnya.

"Pemerintah juga harus perduli dengan pendidikan. Pendidikan selama ini tidak peduli dengan moral, cuma menghafal. Guru jarang menanyakan 'sudah salat belum', 'kamu bantu orangtua tidak. Adanya PR, PR, PR yang membuat anak egois," pungkasnya. (sip/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads