Pegawai Bank Berkata 'Iya' Malah Dibui, Ini Kata Ahli Pidana

Kota Bandung

Pegawai Bank Berkata 'Iya' Malah Dibui, Ini Kata Ahli Pidana

Dony Indra Ramadhan - detikNews
Rabu, 09 Feb 2022 14:00 WIB
Suasana persidangan pegawai BUMN di PN Bandung
Suasana persidangan pegawai bank BUMN di PN Bandung (Foto: Dony Indra Ramadhan/detikcom)
Bandung -

Kasus ucapan 'iya' berujung bui berlanjut di sidang praperadilan. Salah satu ahli dihadirkan mengungkap unsur bantuan dari kalimat 'iya' yang dilakukan oleh karyawan bank pelat merah Isya Iqbal Ibrahim.

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas dimintai tanggapannya dalam lanjutan sidang praperadilan di pengadilan negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung pada Rabu (9/2/2022). Nandang turut mengungkap ada tidaknya unsur pidana dari bantuan kata 'iya'.

"Kalau di ilustrasi pemohon (praperadilan/Isya) turut serta penipuan dan penggelapan. Bahkan terjadinya tindak pidana tadi. Jauh sebelumnya sudah terjadi bahwa si pelapor menjadi korban penipuan dari terlapor. Kemudian si pelapor sendiri baru mengakui jadi korban setelah beberapa saat waktu lewat usai menanyakan ke pemohon. Tindak pidana sudah terjadi saat pelapor menyerahkan sesuatu ke terlapor," ujar Nandang dalam persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perkara ini, Isya duduk sebagai pemohon praperadilan. Sedangkan perempuan berinisial HM menjadi terlapor dan YM sebagai pelapor. HM dan YM sendiri merupakan pasangan suami istri.

Dalam perkara ini, HM diduga melakukan penipuan dan penggelapan terhadap suaminya YM dengan dalih ada proyek di bank pelat merah tempat Isya bekerja. Demi memuluskan niat HM mendapat duit dari suaminya, dia meminta kepada Isya untuk 'mengiyakan' apabila suaminya itu menanyakan soal proyek pengadaan yang dimaksud.

ADVERTISEMENT

Dari keterangan yang dihimpun, proses permintaan uang dengan dalih proyek tersebut dilakukan HM kepada suaminya pada Januari 2021. Sedangkan konfirmasi suami terhadap Isya dilakukan beberapa bulan setelahnya atau pada bulan Mei.

Nandang mengatakan bila merunut pada waktu tersebut, unsur tindak pidana sudah terjadi pada bulan Januari. Sehingga, kata dia, kata 'iya' yang diucapkan oleh Isya tak bisa dimasukkan ke dalam unsur penipuan dan penggelapan.

"Kalau katakan 'iya' waktu yang lewat untuk penipuan dan penggelapan tidak bisa. Tapi bisa saja kalau terbukti turut serta punya niat yang sama nawaitu yang sama. Kalau ternyata tidak, tidak ada niat atau hubungan tidak bisa dibuktikan bersama sama untuk menipu tidak bisa terlihat (pasal) 55," kata Nandang.

Nandang menjelaskan perlu juga ditelisik lebih jauh apakah ada niatan dari pemohon untuk ikut serta melakukan penipuan tersebut.

"Makanya unsur dari menyatakan ikut serta niatnya harus dibuktikan unsur apa. Makanya menyertakan (pasal) 55 itu ayat mana. Apakah ikut menyuruh atau tidak. Kalau dia ternyata turut serta harus ada desain bersama melakukan penipuan," tutur Nandang.

Hakim tunggal Melfiharyati juga sempat menanyakan perihal unsur bantuan dalam dengan ilustrasi perkara tersebut. Hakim menanyakan soal bentuk kerja sama yang jadi dasar adanya laporan tindak pidana penipuan dan penggelapan.

"Ini dia bilang benar ada kerja sama tapi sebenarnya dia tahu itu tidak ada. Apakah dapat dikategorikan membantu tindak pidana?," tanya hakim.

"Pertama harus dipahami dulu apakah betul itu dijadikan alat untuk tindak pidana. Kalau memang tahu dia punya niat jahat bisa dikategorikan membantu. Tapi dia tidak tahu itu sebagai alat," jawab Nandang.

Sebelumnya, Seorang karyawan bank BUMN di Kabupaten Bandung mengajukan praperadilan. Pemohon praperadilan bernama Isya Iqbal Ibrahim tersebut merasa statusnya sebagai tersangka tuduhan penggelapan tidak sah.

Kasus dugaan penggelapan tersebut bermula saat Isya bekerja di bank pelat merah cabang Soreang. Isya dan juga seorang rekan bisnis bernama HM menjalin kerja sama bisnis sewa menyewa kendaraan sejak tahun 2013 hingga bulan Januari 2021. HM kemudian menikah dengan suaminya YM dan kerja sama sewa menyewa mobil berhenti lantaran HM akan diberi inventaris mobil oleh suaminya.

HM kemudian mengirimkan uang kepada Isya sebesar Rp 2 juta. Namun di sisi lain, tanpa sepengetahuan kliennya, kata Teguh, HM mengatakan kepada suaminya bila sedang ada proyek pengadaan barang dan jasa di bank BUMN di Soreang terkait pengadaan souvenir.

Atas dasar itu, HM meminta atau meminjam bantuan modal kepada suaminya. Bahkan dia meminta 'duit pemulus' proyek untuk dibelikan jam tangan sebesar Rp 2 juta yang mana uang tersebut ternyata untuk membayar sisa tunggakan tagihan sewa kendaraan.

Demi memuluskan permintaan kepada suaminya itu, HM bahkan rela membut proposal proyek pengadaan yang diserahkan kepada suaminya itu. Hal ini membuat suami memberikan yang modal Rp 445 juta.

Singkat cerita, HM menghubungi kliennya dan meminta apabila suami HM mendatangi kliennya dan menanyakan perihal proyek tersebut, HM meminta agar Isya 'mengiyakan'. Bahkan HM mengaku kepada kliennya jika uang untuk pembayaran sisa tunggakan sudah tersedia namun ayahnya jatuh sakit..

YM kemudian mendatangi kliennya dan menanyakan perihal proyek tersebut yang kemudian di-iyakan oleh Isya. Namun ucapan 'iya' itu justru berbuntut panjang yang mana kliennya dilaporkan oleh YM ke polisi.

Beberapa kali kliennya dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan. Bahkan Isya membawa bukti proposal asli pengadaan barang yang dikeluarkan oleh perusahaan. Isya pun kepada penyidik membantah adanya proyek tersebut. Namun, Isya justru dijadikan tersangka dan ditahan dengan tuduhan Pasal 378 dan atau Pasal 372 dan atau Pasal 50 Jo Pasal 56 KUHP.

(dir/yum)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads