Warga mengeluhkan pembakaran sampah di sebuah TPS (tempat pembuangan sampah), Kampung Pacinan, Desa Sukamantri, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung. Asap dari pembakaran sampah dinilai sangat mengganggu.
Menurut seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan pembakaran sampah di TPS tersebut menghasilkan asap yang begitu pekat. Selain itu, sampah juga menumpuk sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.
"Kalau ada pembakaran, dampak asapnya begitu luar biasa. Warga di sini selalu terdampak batuk-batuk dari hasil sampah yang dibakar itu. Tidak hanya itu, bau juga pasti selalu menyengat," ujarnya, saat ditemui di lokasi, Selasa (18/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pengelola TPS Desa Sukamantri Ayi Sopandi (60) mengatakan jika banyak masyarakat tidak nyaman dengan adanya TPS tersebut seharusnya bisa melakukan protes dari awal. Jangan melakukan protes setelah TPS ini beroperasi cukup lama.
"Kalau yang kurang berkenan, seharusnya nolak dari dulu. Jangan udah jadi kayak gini, udah berjalan beberapa tahun, baru berkoar-koar di belakang," ucap Ayi, saat ditemui di lokasi, Selasa (18/1/2022).
Ayi menjelaskan bahwa penumpukan sampah terjadi karena dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung belum melakukan pengangkutan. "Ini diakibatkan kendaraannya terlambat datang, biasanya satu minggu sekali setiap hari Selasa. Ini udah hampir satu bulan lebih enggak datang-datang lagi," ucapnya.
Dia memastikan jika truk pengangkut sampah datang sesuai jadwal, tidak akan ada sampah yang menumpuk di TPS tersebut. "Kalau truknya rutin datang setiap minggu enggak akan terjadi penumpukan kaya gini, dan selalu habis, bahkan bisa kosong," katanya.
Ayi mengakui bahwa pihaknya sering melakukan pembakaran sampah. Apalagi, kata dia, yang dibakar adalah sampah-sampah kering.
"Kalau ada sampah-sampah kering, ya kita bakar oleh anak-anak pengelola," ucapnya.
Pihaknya mengungkapkan bahwa dalam pengangkutan sampah harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu. Dia menyebut biaya yang harus dikeluarkan dalam sekali pengangkutan sebesar Rp 400 ribu.
"Iyah (mengeluarkan) dari anak-anak (pengelola), sekali pengangkutan Rp 400 ribu. Kalau satu bulan empat kali angkut, kita ngeluarkan biaya Rp 1,2 juta. Pembayaran itu pun hasil dari swadaya anak-anak pengelola," ungkapnya.
Mengenai pembayaran tersebut, Ayi mengaku tidak mengetahui aturan tersebut dari mana awalnya. "Ya engak tahu, pokonya aturan dari dinasnya harus bayar Rp 400 ribu. Jadi enggak tahu aturan itu datangnya dari mana. Yang penting mah kita bayar, terus ini diangkut langsung habis," ucapnya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat yang melewati TPS tersebut untuk tidak membuang sampah dengan seenaknya. "Khususnya dari luar yang sering buang sampah seenaknya, mohon kesadarannya. Terutama dari warga Desa Sukamantri jangan membuang sembarangan ke pinggir jalan, kan ada pembakaran, bisa dimasukkan ke dalam pembakaran," katanya.
(mso/bbn)