Mengenang Masa Keemasan Salak Cineam Tasik yang Kini Kalah Pamor

Mengenang Masa Keemasan Salak Cineam Tasik yang Kini Kalah Pamor

Faizal Amiruddin - detikNews
Selasa, 18 Jan 2022 07:35 WIB
Salak Cineam
Foto: Salak Cineam (Faizal Amiruddin/detikcom).
Tasikmalaya -

Buah salak khas Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya kini nyaris tinggal kenangan. Padahal di era kejayaannya, sektor agrobisnis ini menjadi penopang utama perekonomian masyarakat Kecamatan Cineam.

Rasa buah salak khas Cineam yang manis namun sedikit kesat, pernah merajai pasar buah salak di Jawa Barat bahkan di pasar nasional. Sebelum akhirnya di awal tahun 2000-an pamor dan produksi buah salak Cineam tenggelam.

"Kalah sama salak pondoh, jadi kurang laku di pasaran akhirnya banyak kebun yang dibabat. Diganti jadi kebun pisang atau pepaya California," kata Dede (35), salah seorang warga Desa Ancol, Kecamatan Cineam, Tasikmalaya, Selasa (18/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah pohon atau kebun salak pun semakin berkurang, karena sudah dianggap tidak menguntungkan. "Masa kejayaan salak Cineam sekarang sudah tinggal kenangan. Tapi tidak punah, masih ada. Kalau ada yang pesan saya siap menyediakan," kata Dede yang kini menjadi pengepul pisang.

Hal senada diungkapkan Hernawati (57), salah seorang bandar salak Cineam di masa ke-emasannya dulu. "Dari tahun 2000-an ke belakang, jadi sekitar 80-an sampai 90-an saya juga menjadi bandar. Dengan mendiang suami saya, bisnis salak sangat menguntungkan," kata Hernawati.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan dulu setiap hari dirinya bisa mengirim paling tidak 2 ton salak ke berbagai pasar. "Dulu setiap hari kirim salak ke Caringin Bandung, Gedebage, Majalengka bahkan sempat ke Jakarta," kata Hernawati.

Hernawati menjadi salah seorang bandar salak yang dapat dikatakan sukses. "Ya Alhamdulillah apa yang saya punya sekarang dan bisa menyekolahkan anak-anak itu hasil dari usaha salak," kata Hernawati.

Dia juga membenarkan pada masa itu, salak menjadi penopang ekonomi masyarakat. "Dulu itu harga 5 kg salak setara dengan 2 kg beras. Jadi para petani dari kampung-kampung datang ke saya bawa 5 kg salak, lalu ditukar dengan 2 kg beras. Masyarakat di pedesaan jadi tak pernah kesulitan bahan pangan," kata Hernawati.

Salak CineamPohon salak khas Cineam di pinggir jalan sudah tak lagi berbuah (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom).

Jadi walaupun punya pohon salak beberapa tegakan, tapi bermanfaat bagi masyarakat karena nilai jualnya yang lumayan tinggi. Namun, semua itu kini telah berubah, harga jual salah Cineam jatuh.

"Kalau sekarang mereka bawa 10 kilogram salak paling setara 1 kg beras. Itu pun saya tidak bisa menerima setiap hari, kalau stok lagi kosong baru saya terima," kata Hernawati.

Meski dianggap sudah tak menjanjikan lagi dari sisi bisnis, namun Hernawati masih berusaha mempertahankan eksistensi salak Cineam. Dia mengaku tak mau jika salak Cineam punah.

"Berkurang iya, tapi tidak punah. Ayo mau pesan berapa banyak pun saya siap menyediakan," kata Hernawati.

Di warungnya yang terletak di Kampung Maribaya, Desa Ancol, Kecamatan Cineam dia menyediakan salak Cineam dan beberapa buah lokal lainnya seperti bengkoang, pisang, labu dan lainnya.

"Tapi memang kurang laku, satu minggu paling habis 30 kilogram. Asal ada saja, jangan sampai punah," kata Hernawati.

Dia mengatakan mayoritas pembeli salakCineam adalah warga atau pengendara yang terkenang dengan rasa khasnya. Selain itu kalangan pembeli lainnya adalah warga setempat yang membutuhkan oleh-oleh jika berkunjung ke luar daerah.

Penyebab Salak Cineam Tenggelam

Hernawati mengaku ingat betul sekitar awal tahun 2000-an, dirinya terpukul dengan jatuhnya harga jual salak di pasaran. Padahal saat itu dia memiliki stok salak Cineam dengan jumlah banyak, ribuan kilogram.

Dia tak bisa menjual, karena pasar menolak. Sementara stok di petani melimpah. Ketika itu harga salak di tingkat petani hanya Rp 100 per kilogram. Akhirnya salak hanya dibagikan secara cuma-cuma. Petani yang kesal akhirnya membabat habis kebun salak miliknya, diganti dengan pisang atau pepaya.

"Kan waktu itu sampai ramai jadi berita, ya mau bagaimana lagi tak laku dijual. Sudah dibikin manisan dan diolah tetap saja kurang laku," kata Hernawati.

Mengenai penyebabnya, dia mengakui bahwa kehadiran salak pondoh yang membanjiri pasaran membuat salak Cineam kalah saing. "Ditambah lagi musim hujan, kan kalau salak itu kurang laku kalau di musim hujan. Kalau musim kemarau, nah baru konsumen tertarik makan salak," kata Hernawati.

Tapi penyebabnya tak hanya kalah saing dengan salak Pondoh, menurut Hernawati masuknya buah-buahan impor juga turut mempengaruhi. Jeruk mandarin, apel washington, pisang sunkist dan ragam lainnya, menurut dia justru lebih memukul ketimbang persaingan dengan salak Pondoh.

"Dulu kan ketika digelar di pasar, saingan salak itu hanya rambutan, mangga, apel malang. Nah sekarang kan banyak tuh buah-buahan impor, harganya relatif murah lagi. Ya wajar saja kalau salak Cineam kalah," kata Hernawati.

Jana (63) salah seorang petani di Cineam mengaku sudah bertahun-tahun kebun salak seluas 600 bata miliknya berubah menjadi kebun pisang. Dia mengaku melakukan itu karena salak memang sudah tak lagi menguntungkan.

"Harganya murah, dijual Rp 1000 per kilogram juga susah. Sudah murah, harus berjibaku dengan duri lagi," kata Jana.

Menanam pisang menjadi pilihan Jana karena harga buah yang satu ini relatif stabil. Walau pun terjadi fluktuasi tapi masih dalam rentang harga wajar. "Minimal pisang mudah dijual, selain dijual untuk konsumsi juga bisa dijual ke pabrik keripik, sale dan lainnya. Masih mendingan dibanding salak," kata Jana.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads