DPRD Kabupaten Bandung Barat geram lantaran banyak wajib pajak yang tidak melakukan penyetoran pajak dari konsumen (PPN) ke pemerintah sehingga tidak masuk kas daerah.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) Sundaya mengatakan berdasarkan rekap laporan dari sistem yang terpasang di alat transaksi yang dipasang di salah satu rumah makan, pajak konsumen yang tidak disetorkan mencapai Rp 600 juta dalam tiga bulan atau perbulannya sebesar Rp 200 juta.
"Kami kecewa karena masih ada wajib pajak yang berbuat nakal karena tidak taat pajak dengan tidak menyetorkan pajak konsumen yang merupakan hak pemerintah daerah," ungkap Sundaya kepada wartawan, Kamis (6/1/2022).
Praktik tersebut bisa dikategorikan penggelapan pajak dan bisa dilaporkan secara pidana mengingat Pemda KBB sudah dirugikan. Oleh karena itu, pihaknya secara tegas meminta agar Pemda KBB melalui dinas terkait bisa mengambil langkah tegas terhadap wajib pajak yang berbuat nakal.
"Kalau konsumen makan misalnya Rp 100 ribu pasti kena pajak 10 persen jadi Rp 110 ribu. Itu adalah hak pemerintah daerah yang harus disetorkan oleh WP, kalau tidak disetorkan harus diproses hukum karena termasuk penggelapan," ujar Sundaya.
Berkaca pada hal tersebut, ia mengatakan tidak ada alasan wajib pajak mengesampingkan kewajibannya menyetorkan pajak dari konsumen.
"Kalau kita lihat, nominal itu kan tidak akan sampai mengurangi keuntungan dari restoran tersebut, karena itu diambil dari konsumen yang selanjutkan harus disetorkan ke kas daerah," tegas Sundaya.
Mengacu pada UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan restoran mencakup fasilitas penyedia makanan dan minuman seperti rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dll.
"Makanya kami mendorong Pemda KBB memasang aplikasi yang bisa melacak nilai transaksi semua restoran atau tempat usaha agar para wajib pajak tidak bisa berbohong lagi akan kewajibannya. Ini kan merugikan daerah," pungkas Sundaya.