Gunawan Azhari memacu sepeda motornya melintasi jalanan mendaki dan melandai. Motor berpenampilan colak-caling itu setia menemani Gunawan selagi menjumpai warga untuk menggelorakan slogan 'Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita'.
"Tiap hari bareng 'si tua' ini," ucap Gunawan tertawa sembari menunjuk motor berkelir hitam jenis bebek yang rutin menjajal Kampung Pasir Angling.
Kampung Pasir Angling bernaung di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Lokasi Suntenjaya dari Gunung Tangkubanparahu jaraknya sejauh 22,3 kilometer atau waktu tempuh 1 jam menggunakan kendaraan. Sedangkan dari objek wisata The Lodge Maribaya ke Suntenjaya berjarak 4,8 kilometer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permukiman warga Pasir Angling berada di kaki Gunung Bukit Tunggul. Gunung strato ini memiliki ketinggian 2.209 meter dari permukaan laut (mdpl) dan salah satu hasil letusan besar Gunung Sunda Purba di zaman prasejarah.
Gunawan memiliki andil mengedukasi dan merangkul warga setempat soal urusan menjaga alam di Kawasan Bandung Utara (KBU). Lelaki berusia 40 tahun ini tersohor sebagai aktivis lingkungan di Desa Suntenjaya.
Berperawakan mungil, namun bernyali tinggi. Gunawan berani pasang badan menghadapi perusak alam. Dia konstan bersuara lantang dan tak gentar melawan begundal yang mengusik keasrian KBU.
Bertahun-tahun bergerak lincah tanpa pamrih demi merawat kelestarian lingkungan yang harmonis dengan napas alam, Gunawan kini tidak berkiprah sendirian. Ia memimpin pasukan berjumlah 100 orang yang tersebar di kaki Gunung Bukit Tunggul.
"Namanya pasukan 'Jagal' alias penjaga alam," ujar dia sambil tersenyum.
"Jaga alam itu luas artinya. Jaga itu berarti melibatkan manusia atau makhluk, alam ini medianya. Kami tak mau alam rusak akibat kesalahan kami. Salah satu caranya mengembalikan ke fitrahnya alam. Maka harus ada gerakan secara bertahap, memulainya dari hal kecil," tutur Gunawan menambahkan.
![]() |
Pasukan 'Jagal' melakoni praktik dan edukasi berkaitan ekologi. Contohnya antara lain menggulirkan gerakan pilah sampah rumah tangga, mengolah limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos, menanam pohon untuk mendukung fungsi konservasi kawasan hutan, dan aktivitas hortikultura guna menopang ekonomi warga.
"Latar belakang warga Desa Suntenjaya itu petani dan peternak," kata Gunawan.
Desa Berbudaya Lingkungan
Jelang tengah siang, Sabtu 18 Desember 2021, suasana asri nan sejuk memayungi Desa Suntenjaya. Panorama keindahan bukit dan rimbun pohon khas pedesaan menyegarkan mata. Sapa hangat dan senyum merekah penduduknya menjadi penyejuk kalbu.
Gunawan mengantarkan detikcom ke sejumlah titik aktivitas warga Kampung Pasir Angling. Menyambangi satu tempat ke tempat lainnya mengendarai motor dan berjalan kaki. Melihat dekat geliat petani wanita hingga menyaksikan pengolahan limbah ternak sapi.
Menurut Gunawan, Desa Suntenjaya berkonsep eco village sejak 2014 berdasarkan rekomendasi Pemprov Jabar. Unsur warga dan pemerintahan desa setempat dilibatkan merumuskan konsep eco village.
Lalu, pada 2018, Kampung Pasir Angling, yang menerapkan eco village di desa tersebut, masuk daftar Kampung Berseri Astra KBA. Selaku penggerak Kampung Berseri Astra, Gunawan selalu bersemangat membahas kampung berbudaya lingkungan.
"Bukan sesuatu gampang mengubah pola pikir masyarakat desa. Perlu pendekatan terus menerus dan bertahap. Kerja kolektif dan kekompakan warga menjadi kuncinya" kata Gunawan yang juga menjabat ketua eco village Desa Suntenjaya.
Tangan erat pasukan 'Jagal' memperkokoh fondasi ekologi. Gunawan makin percaya diri bahwa warga di utara Bandung ini senantiasa bersahabat dengan alam.
"Eco village itu desa berbudaya lingkungan. Satu desa terdiri dari manusia atau makhluk dan pemerintah," ucapnya.
Wilayah Suntenjaya yang diapit Gunung Bukit Tunggul dan Gunung Palasari, menurut Gunawan, ibarat jantung dan paru-parunya Bandung Raya. Area hulu Sungai Cikapundung berada di desa ini. Ia pun mengajak warga membentengi limpahan air agar tidak tercemar dan melindungi pohon di hutan.
"Kampung kami ini lumbung air pemasok terbesar kebutuhan air di Bandung Raya. Limbah ternak dan sampah misalnya dialirkan ke sungai, tentu berefek bagi daerah hilir. Kami juga tetap menjaga kawasan konservasi ini, jangan ada penebangan pohon. Kalau rusak dan tak berbudaya lingkungan, berdampak untuk Bandung Raya. Maka kami kembali kepada penerapan kearifan lokal, manusia yang peduli ke manusia," tutur Gunawan.
![]() |
Konsep Eco Village dan Kemunculan 'KPK'
Ada sejumlah konsep eco village yang diaplikasi Gunawan di Kampung Pasir Angling. Warga dan pasukan 'Jagal' di kampung ini saling berkolaborasi serta berjejaring.
"Aktivitas programnya ada ekologi, ekonomi, sosial-budaya dan spiritual," kata Gunawan.
Ekologi misalnya, Gunawan mengajak warga merawat pohon dan menanam tanaman organik. Warga dapat memanfaatkan halaman rumah atau lahan terbatas untuk berkebun.
"Kami mengembalikan ekologi mata rantai zaman dulu, lebih kepada tanaman organik. Di halaman dan atap rumah bisa ditanam tanaman hias, tanaman konsumsi seperti sayuran hijau, dan tanaman herbal yang berfungsi untuk obat. Pakcoy itu kan memiliki kandungan vitamin, bagus untuk imunitas," tutur Gunawan.
![]() |
Sisi ekonominya, kata Gunawan, sisa ragam sayuran macam pakcoy, bawang, salada, bayam, tomat dan cabai yang ditanam oleh warga bisa dijual atau barter ke tetangga. Cara tersebut bentuk penerapan ketahanan pangan di lingkup warga.
"Satu rumah kan dapat menstok sayuran untuk makan keluarga. Nah, sisa panen tanaman sayuran itu nantinya dijual," ujarnya.
Untuk sosial-budaya, Gunawan menjelaskan, warga diajak untuk memelihara warisan nenek moyang yaitu kegiatan bertani. Selain itu, warga lintas generasi di Kampung Pasir Angling aktif mempraktikkan seni tradisi yaitu kacapian, degung, dan pencak silat.
"Sedangkan nilai spiritualnya, kesenian itu bisa menjadi media dakwah kepada masyarakat," ucap Gunawan.
![]() |
Eco Village memunculkan kelompok-kelompok mandiri di Pasir Angling yang fokus pemberdayaan masyarakat. Kelompok itu di antaranya Taruna Tani Berkebun, Kelompok Wanita Tani (KWT), dan UMKM produksi karamel.
"Ada juga 'KPK'. Singkatan dari Kelompok Peternak Kelinci," ucap Gunawan.
Memanen Air Hujan dan Mengolah Sampah
Lapangan badminton berukuran 140 meter persegi disulap Dede Agus menjadi kebun bayam jepang. Slang panjang dia genggam erat ujungnya saat menyemprot sayuran tersebut.
"Sayuran ini siramnya pakai air hujan. Berguna kalau lagi kemarau," ucap Dede saat berbincang bersama detikcom di Kampung Pasir Angling.
Dua tandon berkapasitas 500 liter yang bertengger di luar rumahnya dirancang untuk menampung air hujan. Dede sengaja stok cadangan air yang khusus dipergunakan untuk penyiraman sayuran. Memanen air hujan salah satu cara dilakoni pria 41 tahun ini.
"Sehari itu dua kali menyiram. Kebun seluas ini ada 1.800 tanaman bayam jepang, masih kecil-kecil. Usia tiga minggu," kata Dede.
Selain air hujan, Dede biasanya menggunakan air gunung yang mengalir deras di pemukiman tempat tinggalnya. Bayam jepang salah satu jenis sayuran dataran tinggi yang usia panennya singkat atau butuh waktu 35 hingga 50 hari.
![]() |
Dia menjual bayam jepang seharga Rp 35 ribu per kilogram. Pemasok langganannya memboyong bayam tersebut ke Jakarta.
"Dijualnya ke supermarket di Jakarta," ujar Dede.
Warga lainnya, Siti, menggalang ibu-ibu setempat untuk memilah sampah rumah tangga. Aneka sampah kering dan basah dipisah yang nantinya disetorkan melalui program bank sampah.
"Sampah basah jadi pupuk, sampah kering bisa dijual," kata Siti.
Baca juga: 6 Tempat Wisata 'Healing' untuk Jiwa Sehat |
Dua kelompok ditugaskan menghimpun sampah kering dari penduduk di kampung tersebut. Penanggung jawab kelompok menampung sampah kering seminggu sekali.
Setelah terkumpul dalam waktu sebulan, tumpukan sampah dibungkus dan dibawa oleh ketua kelompok ke pengepul atau pengelola bank sampah. "Sistem sedekah sampah ini sebagai bentuk edukasi 3 R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Selain itu, kami punya semangat mengejar zero waste," tutur Siti.
![]() |
Menurut Siti, sampah kering yang dihimpun per bulan dari warga itu beratnya 20 kilogram. Tugas Siti menyuplai sampah kering itu ke bank sampah tingkat desa.
"Sampah kering kemudian dijual ke pembeli. Uang didapat dari penjualan sampah itu masuk ke kas. Nantinya bisa dimanfaatkan oleh warga," ucap Siti.
Senyum Merekah Emak-emak Petani
Tiga perempuan mondar-mandir mengawal kebun sayuran di Kampung Berseri Astra (KBA) Pasir Angling, Desa Suntenjaya. Ai Rita (27), Deti (33) dan (57) bertugas menyiram kebun, menebar pupuk dan menyemai.
Ketiganya tergabung wadah pemberdayaan masyarakat bernama Kelompok Wanita Tani (KWT) Anggrek. Selain mereka, 27 emak-emak lainnya dari KWT Anggrek, aktif beraktivitas di lahan kebun seluas 280 meter persegi itu.
"Total anggota KWT Anggrek ada tiga puluh orang. Semuanya kebagian jadwal, satu hari itu lima anggota KWT yang urus kebun," kata Ai.
Ibu-ibu ragam usia yang menjadi anggota KWT Anggrek tetap tersenyum merekah dan bahagia di tengah pandemi COVID-19. Tangan cekatan mereka menghasilkan sayuran yang bermanfaat untuk ketahanan pangan dan menambah penghasilan.
"Kami tak harus membeli sayuran dari luar. Petik sendiri, lalu dinikmati bersama keluarga. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan gizi. Sisa panen sayuran pun dijual ke pengepul," tutur Ai.
Uang hasil penjualan sayuran itu dibagi rata kepada seluruh anggota KWT Anggrek. Emak-emak ini bersyukur dapat mengelola lahan sewa untuk berkebun di lingkungan tempat tinggalnya.
Aneka jenis sayuran ditanam di kebun ini dengan masa panen sekitar tiga bulan. Salah satunya jenis selada lolorosa.
Kesibukan anggota KWT Anggrek berkebun ini sudah dijalani sejak 2018. Mereka kompak dan konsisten menjalani aktivitas tersebut.
"Ibu-ibu di sini jadi ada kegiatan. Ketimbang diam saja di rumah, lebih baik manfaatkan waktu dengan belajar berkebun. Mendapatkan penghasilan juga akhirnya. Membantu perekonomian," ujar Deti.
![]() |
Senada diungkapkan anggota KWT Barupari Tulip di Kampung Cibodas, Desa Suntenjaya. "Hasil berkebun sayuran ini sangat membantu kami selama pandemi COVID-19. Alhamdulillah, kami bisa bertahan," kata Ketua KWT Barupari Tulip Tini Maryati.
Hasil panen sayuran ini prioritasnya dibagikan gratis kepada warga setempat. Sisanya dijual kepada pemesan dengan harga Rp 5.000 per kemasan.
"Sayuran yang dihasilkan kan bisa dikonsumsi warga. Kalau ada lebih atau sisa dari panen, kami jual untuk memperkuat ekonomi keluarga," ucapnya.
Tini mengungkapkan KWT Barupari Tulip terbentuk pada 2018. Awalnya hanya delapan orang, kini anggotanya mencapai 30 orang.
Berkebun ala emak-emak ini dirasakan manfaatnya oleh warga. Tini pun menegaskan kegiatan tersebut makin mempererat silaturahmi kaum perempuan.
"Bercocok tanam sambil menjaga alam. Barengan berkebun dengan ibu-ibu lainnya sambil silaturahmi. Pengikat silaturahmi itu kan suatu budaya kita," ujar Tini.
Chief of Corporate Affairs Astra Riza Deliansyah mengatakan pihaknya saat ini membina sebanyak 133 KBA dan 930 Desa Sejahtera Astra (DSA) di seluruh Indonesia. Perusahaannya, kata Riza, berkomitmen memberikan manfaat secara konsisten dengan berkontribusi melalui program sosial berkelanjutan yang fokus pada empat pilar Corporate Social Responsibility (CSR) Astra yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan.
Menurut dia, KBA saat ini dikembangkan dengan fokus tematik dalam bentuk klaster yaitu kampung wisata, kriya dan peduli iklim. "Kami memberikan program pelatihan dan pendampingan, penguatan kelembagaan, bantuan sarana dan prasarana serta difasilitasi modal, dan dukungan pemasaran," ujar Riza dalam siaran YouTube akun SATU Indonesia yang tayang pada 29 September 2021.
Ketua Eco Village Sunten Jaya Gunawan Azhari mengatakan KWT di daerahnya berkontribusi menggerakkan warga untuk aktif berkebun di lahan terbatas atau perkarangan rumah masing-masing.
"KWT membagikan gratis bibit sayuran kepada warga," kata Gunawan.
Konsep eco village digulirkan Gunawan sejalan dengan pihak PT Astra International Tbk yang memiliki program KBA. Gunawan menjelaskan daerah Suntenjaya terdaftar KBA sejak 2018.
Selama ini, kata dia, perusahaan tersebut mendukung penuh akselerasi kelompok masyarakat yang bergerak inspiratif dan sarat kemaslahatan. "Peran Astra di sini sangat berarti banget bagi kami. Karena tak ada kegiatan besar tanpa support, terutama bantuan dana CSR. Astra dengan programnya Astra Hijau memiliki kesamaan visi dan misi dengan kami," tutur Gunawan.
Selain sokongan dana CSR, menurut Gunawan, jajaran Astra turun langsung mengembangkan keterampilan para penggerak KBA. Hal itu esensial karena warga kampung punya hak seluas-luasnya menyerap pengetahuan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman.
"Kita dididik dengan kegiatan, terus dibimbing pihak Astra. Misalnya cara mengelola media sosial," ujar Gunawan.
Selepas azan zuhur berkumandang, Gunawan tancap gas untuk menjumpai emak-emak pegiat KWT. Laju motor 'Si Tua' meliuk mulus melewati turunan jalan beraspal yang latar belakangnya lanskap Gunung Bukit Tunggul.
![]() |
Gunawan disambut hangat para srikandi pasukan 'Jagal' saat tiba di markas KWT. Beres berbincang singkat soal program desa berbudaya lingkungan, Gunawan menyemangati mereka dengan mengajak melantangkan yel.
"Kita jaga alam, alam jaga kita!" teriak mereka secara serempak.