Ratusan warga dari 7 desa menggelar aksi unjuk rasa dengan memblokade jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) atau tepatnya di kawasan Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan. Mereka kecewa Pelaksana Pembebasan Tanah (P2T) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam aksinya, warga berorasi sambil membentangkan spanduk bertuliskan tentang curhatannya yang langsung ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Ratusan warga yang kecewa, melakukan penutupan akses jalan dengan berunjuk rasa dan memblokade akses proyek tol dengan menggunakan bambu.
Aksi warga yang dimulai sejak pagi hingga siang ini mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Warga pun mengancam masih akan menutup akses proyek tol jika lahan mereka belum juga dibayarkan dengan harga yang sesuai.
Mamay, salah seorang warga yang melampiaskan kegeramannya mengungkapkan, lahan milik warga yang dibangun jalan tol Cisumdawu hingga kini belum ada kesepakatan jual beli dan pelepasan hak milik.
"Tanah yang dipakai jalan tol ini tidak ada surat jual beli dan pelepasan hak, ini maling tanah masyarakat dengan laporan ke atas aman-aman saja, padahal masyarakat sengsara," ungkapnya kepada wartawan di lokasi aksi unjuk rasa.
Ia mengungkapkan, aksi protes warga dipicu lantaran harga pembebasan lahan yang tidak sesuai. Selain itu, warga juga dalam prosesnya mendapatkan ancaman dari petugas Pelaksana Pembebasan Tanah (P2T) dari BPN.
"Ada ancaman dari mereka (P2T) yang mengatakan 'kalau tidak diterima keputusan harganya maka barang hilang, tanah hilang'," terangnya.
Warga pun menduga dalam pembebasan lahan yang dilakukan oleh P2T, terindikasi adanya unsur kongkalingkong permainan harga.
"Masa ada rumah hantu yang baru seminggu yang modalnya 50 juta rupiah diganti rugi jadi 750 juta rupiah sedangkan lahan warga yang sudah dipatok tidak jadi dibayar, ada buktinya," ungkapnya.
Warga berharap kepada Presiden Joko Widodo dapat mendengarkan jeritan hati warga yang telah dirampas tanahnya hanya semata untuk kepentingan proyek jalan tol.
"Tolong kepada Bapak Jokowi lihat masyarakat yang terdzalimi, terintimidasi ini, masa ada warga yang memiliki 60 bata hanya dibayar 10 juta rupiah," paparnya.
Warga lainnya, Yayat mengatakan ratusan warga yang melakukan aksi unjuk rasa merupakan warga dari 7 desa diantaranya Desa Ciherang, Desa Pamekaran dan sekitarnya atau berjumlah 333 kepala keluarga.
Ia yang menjadi salah satu korban pembebasan lahan tol Cisumdawu mengatakan, dari sejak 2010 sampai 2021 belum ada pembayaran pembebasan lahan yang adil dan layak.
"Jadi kami warga Desa Ciherang, Pamekaran dan sekitarnya belum pernah melakukan jual beli tanah, tanaman dan bangunan kepada siapapun," ungkapnya.
Ia mengungkapkan warga pun tidak pernah dilibatkan atau diundang saat dilakukan pengukuran pembebasan lahan oleh BPN. Akibatnya, banyak luasan tanah milik warga yang menjadi berkurang.
"Sesudah tanah, tanaman dan bangunan diukur oleh pihak BPN, BPN lalu membuat berkas masyarakat yang terdampak tol Cisumdawu, selanjutnya BPN menyuruh menandatangani berkas masyarakat tetapi tidak boleh dibaca dulu, format berkas ditutup oleh pihak BPN," ungkapnya.
(mud/mud)