Rencana UMK Sumedang Naik Rp 30 Ribu, Buruh: Jauh dari Harapan

Nur Azis - detikNews
Selasa, 23 Nov 2021 22:34 WIB
Ilustrasi uang (Foto: Muhammad Ridho/detikcom)
Sumedang -

Rencana soal kenaikan UMK Kabupaten Sumedang 2022 sebesar 0,95 persen atau Rp 30 ribu dinilai buruh masih jauh dari harapan. Bahkan, para buruh menuntut Bupati Dony Ahmad Munir untuk mengeluarkan diskresinya terkait kenaikan nilai UMK tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Aliansi Buruh Sumedang Menggugat (ABSM) Guruh Dianto seusai menggelar audiensi bersama Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir di Gedung Negara, Selasa (23/11/2021). "Sumedang masuk aglomerasi Bandung Raya, maka akan ada penyesuaian. Kalau dalam aturan tidak naik, namun karena aglomerasi itu naik sebesar 0,95 persen dan ini masih jauh dari harapan," ujar Guruh.

Menurut Guruh, meski aturan untuk UMK di Sumedang tidak naik mengingat di tengah kondisi Pandemi COVID-19 dan pendapatan per kapita yang masih sangat rendah, para buruh berharap bupati bisa mengeluarkan diskresinya untuk kenaikan nilai UMK tersebut. "Harapan kami dengan menghadap pak bupati, diharapkan bupati bisa mengeluarkan diskresi demi stabilitas kewilayahan, kemudian demi kesejahteraan rakyatnya itu bisa dilakukan," tutur Guruh.

Ia menjelaskan pihaknya bukan tanpa alasan mendesak bupati agar mengeluarkan diskresinya. Pasalnya, tahun lalu di saat Pandemi COVID-19 sedang tinggi-tingginya, Pemkab Sumedang masih mampu menaikkan UMK sebesar 3,7 persen.

"Sekarang aneh, justru di saat produksi mulai kembali lancar, operasi sudah bisa kembali normal, upahnya malah tidak naik. Sementara di tahun kemarin, di saat pandemi sedang tinggi-tingginya, Sumedang malah bisa naik upahnya di 3,7 persen," kata Guruh.

Ia pun mempertanyakan metode perhitungan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjadi tolak ukur dalam menentukan kenaikan UMK. "Saat ini proses penetapan UMK ada di BPS dan saya tidak meyakini data BPS itu valid," ucapnya.

Dia mengambil salah contoh untuk angka usia produktif di Industri yang seharusnya dari mulai usia 18 tahun sampai usia 56 tahun. Namun BPS melakukan survei dari mulai usia 15 tahun.

"Dari sini saja itu jelas tidak sesuai aturan, kemudian dilihat dari aturan, dalam penentuan UMK harus melihat pertumbuhan ekonomi atau inflasi selama tiga tahun ke belakang. Kondisi riilnya saat ini tidak semua kabupaten menghitung inflasi, jadi sekarang muncul angka yang tercantum dalam surat menteri (terkait UMP Jawa Barat) itu dari mana, semua dipukul rata 1,72 persen kenaikannya," tutur Guruh.




(bbn/bbn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork