Buruh Tuntut UMK Naik Tinggi, Begini Respons Ekonom Unpad

Buruh Tuntut UMK Naik Tinggi, Begini Respons Ekonom Unpad

Yudha Maulana - detikNews
Selasa, 23 Nov 2021 18:05 WIB
Sejumlah buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Bandung. Dalam aksinya mereka menuntut kenaikan UMK 2022 sebesar 10 persen
Demo buruh di Bandung menuntut kenaikan UMK. (Foto: Wisma Putra/detikcom)
Bandung -

Gelombang demonstrasi dari buruh yang menolak penetapan upah minimum mulai menggema dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka menolak hasil penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022 yang secara rata-rata nasional naik 1,09%.

Ekonom dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto mengatakan, sebaiknya buruh lebih bijak dalam meminta kenaikan upah minimum. Pasalnya, saat ini sektor industri tengah masih dalam fase memulihkan diri akibat hantaman pandemi COVID-19.

"Kalau misalnya terlalu tinggi, perusahaan kalau dapat keuntungan yang tadinya bisa untuk investasi di 2022, sehingga kemudian merekrut kembali tenaga kerja yang tadinya menganggur atau tenaga kerja baru, tapi kalau begini kan uang profitnya hanya untuk tambahan upah," ujar Ferry saat ditemui, Selasa (23/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya kalau naiknya misal Rp 100 ribu saja, itu kan Rp 100 ribu dikali sekian ratus atau ribu pekerja, itu akan menghabiskan keuntungan yang sebenarnya bisa digunakan untuk investasi sumber daya manusia atau barang produksi untuk 2022," katanya melanjutkan.

Menurut Ferry, sah-sah saja jika buruh menyalurkan aspirasi mereka terkait kenaikan UMP dan UMK. "Kita saat ini lagi recovery dari pandemi COVID-19, banyak saudara yang terkena PHK gara-gara COVID-19. Kalau seandainya nanti ekonomi sudah baik dan normal kembali, dan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah normal kembali, itu sah saja," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Ia melihat sejumlah serikat buruh menuntut kenaikan upah karena melihat laju pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren positif. Misal ekonomi di Jabar pada triwulan II/2021 secara year on year (yoy) tumbuh melejit 6,13 persen, sedangkan secara kumulatif hingga triwulan II/2021 tumbuh 2,54 persen.

Hal ini menunjukkan pada triwulan II/2021 perbaikan ekonomi sudah terlihat semakin membaik, setelah empat triwulan terakhir ekonomi terkontraksi karena dampak pandemi COVID-19.

"Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi itu kan years on years, jadi kita baru mendapat kenaikan ekonomi itu di kuartal kemarin, jadi satu kuartal kemarin itu dimasukkan ke rumus, jadi harus satu tahun full. Itu juga cuma 0, sekian persen saja, kemarin sempat naik jadi 6 persen, sekarang turun lagi tapi sudah positif pergerakannya, tapi kan itu kuartal dan berangkatnya dari negatif 4 untuk Jawa Barat," katanya.

"Kalau dibilang pertumbuhan ekonomi positif itu satu kuartal saja dan baru kemarin, sama seperti inflasi. Itu tidak cocok kalau dijadikan untuk kenaikan UMK, tidak cocok dengan regulasinya. Kan tukang hitungnya BPS, jadi sudah jelas sebenarnya. Jadi, itulah yang menurut saya jangan sampai sudah akan membaik secara ekonomi, lalu ada masalah lagi di sektor tenaga kerja," tutur Ferry.

(yum/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads