Ade Ariyanto, saksi dalam sidang korupsi hibah pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 dan 2020 di Banten, mengatakan tidak semua ponpes penerima bantuan diverifikasi oleh Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Banten ke lapangan. Hal ini karena minimnya anggaran yang jumlah penerima bantuan mencapai ribuan pesantren.
Ade menjadi Plt Biro Kesra sejak 17 Januari hingga 13 Mei 2020. Ia menggantikan terdakwa Irvan Santoso yang diberhentikan oleh gubernur. Di saat ia menjabat, ada 1.713 pesantren yang meminta pencairan hibah.
Tapi, setelah diverifikasi, yang bisa menerima hanya 491 ponpes. Total penerima, berdasarkan SK Gubernur Banten, sebanyak 3.926 ponpes untuk tahun 2020 dengan nilai bantuan Rp 30 juta.
"Dari 1.713 yang masuk ke saya waktu menjabat PLT, hanya 491 yang berproses dengan BPKAD. Kami lakukan cek lapangan tapi tidak keseluruhan, karena yang kami anggap penting, on the spot melakukan survei. Di sisi lain, kami tidak ada anggaran di bawah. Ada beberapa ponpes yang kami perdalam keabsahannya," ujar Ade di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, Senin (11/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, ponpes yang terverifikasi 491, lalu mengajukan pencarian ke BPKAD dan dilakukan penandatangan NPHD. Bantuan itu, katanya, langsung diberikan ke rekening pesantren atau pimpinan ponpes.
Menurut Ade, kebanyakan kendala saat verifikasi adalah ponpes yang tidak memiliki izin operasional. Bukti izin itu mereka cek di aplikasi Emis milik Kementerian Agama. Makanya, saat ia menjabat Plt Kesra, dari seribu lebih yang mengajukan pencairan itu hanya 400-an yang lolos.
"Dari 1.700-an yang kami proses itu 491 itu. Karena kalau tidak ada izin operasional kami tidak lanjutkan," kata Ade yang sekarang menjabat sebagai Kepala Kesbangpol.
Lihat juga video 'Kejati Banten Geledah Masjid Al Bantani Kasus Hibah Ponpes':