Penataan Puncak Sempur di Karawang menjadi sorotan publik. Tim investigasi Pengamanan dan Penegakkan Hukum (GAKKUM) KLHK wilayah Jawa Barat turun tangan dengan memeriksa dokumen pengelolaan.
Kepala Unit (Kanit) investigasi GAKKUM KLHK Jono mengungkapkan kedatangannya ke kantor pengelola Puncak Sempur, Saepul Riki atas adanya aduan dari masyarakat terkait adanya dugaan aktivitas perusakan kawasan hutan di Pegunungan Sanggabuana.
"Kehadiran kami ke kantor Pak Riki ini atas surat aduan yang masuk ke KLHK soal dugaan aktivitas perusakan kawasan hutan, dan dari sana lah, kami verifikasi ke lokasi, dan mengumpulkan beberapa keterangan dari warga di sekitar lokasi," kata Jono saat diwawancarai di kantor Saepul Riki, pengelola penataan Puncak Sempur, Jum'at (10/9/2021).
Lanjutnya, beberapa dokumen seperti perizinan, peta lokasi, dan dokumen pendukung lainnya diperiksa, dan memberikan sejumlah pertanyaan terhadap pengelola.
"Jadi kami hanya sekedar mengumpulkan beberapa informasi, dari segi legal hukumnya, dan menanyakan tujuan dari penataan tersebut, dan memverifikasi apakah benar adanya upaya melanggar hukum oleh pengelolanya," terangnya.
Dari beberapa informasi di lapangan, aktivitas seperti operasi alat berat sudah dihentikan oleh pengelola, dan hanya terlihat aktivitas manual yang dilakukan pekerja bangunan.
"Jadi tadi ke lapangan alat berat sudah tidak ada, namun aktivitas tukang bangunan beberapa masih terlihat," katanya.
Dari verifikasi lapangan tersebut, pihaknya mengakui hanya mengambil dokumentasi terkini, sebagai bahan untuk ditinjau.
"Di lokasi kami hanya mengumpulkan keterangan dari warga sekitar, dan juga memastikan apakah ada aktivitas penataan yang berjalan, dan nantinya akan kami sampaikan ke pimpinan," terangnya.
Sementara itu, dari hasil pengambilan keterangan, penataan tersebut sudah memiliki izin dari segi perkebunan, dan untuk wisata masih dalam pengembangan.
"Kami juga diperlihatkan dokumen legal kepemilikan lahan, rencana akan dibuatkan perkebunan kopi, dan juga pengembangan wisata namun izinnya tengah diproses," ungkapnya.
Soal pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, diakuinya dari segi dokumen hampir semua terpenuhi, namun diakuinya pihaknya belum bisa memastikan adanya pelanggaran, karena perlu ada pendalaman terlebih dahulu, terkait verifikasi dokumen.
"Jadi belum dipastikan melanggar atau tidak, karena dokumen hampir semua dimiliki, dan juga harus diverifikasi dokumennya apakah benar atau tidak, tapi kami mengarahkan agar aktivitas dengan alat berat dihentikan sementara sebelum proses dokumen keseluruhan terpenuhi," katanya.
Selain itu, ia juga mengatakan aktivitas untuk pengembangan wisata sebenarnya yang dibutuhkan itu adalah dokumen legalnya, dan bisa bermanfaat bagi sekitar.
"Puncak Sempur memang sangat berpotensi untuk pariwisata yang berkelanjutan, oleh karenanya, kami juga menekankan kepada pengelola untuk mengurusi dokumen legalnya, secara menyeluruh, agar ke depannya tidak ada masalah," tandasnya.
Di tempat sama, penanggungjawab penataan, sekaligus penata Puncak Sempur, Saepul Riki mengungkapkan bahwa ramainya laporan terhadap penataan yang dilakukannya merupakan mis komunikasi terhadap masyarakat sekitar, khususnya Karawang.
"Masalah ramai Puncak Sempur ini saya ambil hikmahnya, karena memang masyarakat hanya belum mengetahui maksud, dan tujuan penataan ini, meski memang terlihat merusak, namun tentunya itu merupakan bagian dari penataan," kata yang sering disapa Haji Riki ini.
Soal kepemilikan tanah diakuinya dibeli dari warga sekitar.
"Tanah seluar 2,1 hektar itu emang saya beli sendiri pakai uang sendiri, dari warga sekitar dulu harganya 65.000 per meter, dan memang tengah saya kembangkan agar nantinya bisa juga dirasakan oleh warga sekitar, namun tentunya saat ini penataan dengan alat berat kami hentikan, dan hanya manual dari tenaga bangunan, itu pun aktivitas pembuatan Tembok Penahan Tanah (TPT) sebagai upaya mitigasi adanya erosi atau longsor, yang memang harus segera dibuat sebelum adanya intensitas hujan tinggi," terangnya.
Ia juga mengakui, tengah membuat perizinan dari segi pengembangan wisata.
"Kalau izin sekarang itu memang untuk perkebunan kopi, dan memang sudah dimiliki, dan rencana Senin depan dokumen legal Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) rampung, sebagai izin dalam pengembangan pariwisata akan rampung," katanya.
"Saya jujur tidak ada upaya untuk melanggar hukum, dan tidak ada istilah merusak ataupun mengalihfungsikan menjadi pertambangan atau apapun yang bersifat merusak, penataan yang dilakukan sebagai proses agar Puncak Sempur ini menjadi representatif wisata terpadu di Karawang, dan kalau sudah berkembang, tentu manfaatnya demi warga sekitar, dan khususnya bagi pendapatan daerah," tandasnya
Dari pantauan detikcom, tim investigasi GAKKUM KLHK berjumlah tiga orang, mendatangi kantor Saepul Riki, dan pertemuan itu berlangsung kurang lebih dari dua jam, dan setelah beberapa pertanyaan dilontarkan, pihak GAKKUM KLHK lalu membawa dokumen legal dari pengelola untuk bahan tinjauan.
(mud/mud)