Respons IDI Jabar soal Kematian Pasien COVID di IGD Meningkat

Respons IDI Jabar soal Kematian Pasien COVID di IGD Meningkat

Yudha Maulana - detikNews
Selasa, 03 Agu 2021 18:18 WIB
Poster
Ilustrasi (Ilustrator: Edi Wahyono/detikcom)
Bandung -

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut kasus kematian pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit meningkat. Meningkatnya kasus kematian itu dikarenakan pasien yang terlambat untuk ditangani.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat Eka Mulyana mengatakan, pasien yang datang ke IGD memiliki kondisi yang berbeda-beda tingkatannya. Mulai dari pasien yang datang dengan kondisi gejala ringan, sedang, berat bahkan kritis.

"Sehingga walaupun dilakukan tindakan semaksimal mungkin (di IGD) sesuai prosedur, kondisinya tetap saja kan yang di Atas (tuhan) yang menentukan. Saya menangkap keterlambatan penanganan itu karena pasien yang datang sudah dalam kondisi yang berat, lain halnya yang datang dalam kondisi tidak kritis atau berat," ujar Eka saat dihubungi detikcom, Selasa (3/8/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab itu, ujar Eka, bagaimana pun kondisinya, untuk mengurangi risiko kematian di IGD, masyarakat harus proaktif untuk melaporkan secepat mungkin kepada pengurus kewilayahan setempat bila terkonfirmasi positif COVID-19 atau menjadi kontak erat.

"Jadi kita tidak kapok-kapoknya mengedukasi tentang prokes, tentang testing, artinya bila ada pasien di sekitar kita yang terpapar, kemudian kita ada kontak dengan pasien tersebut. Kita harus waspada, artinya waspada jangan menunggu ada gejala yang timbul dulu," kata Eka.

ADVERTISEMENT

"Segera lapor ke puskesmas terdekat, bahwa saya ada kontak dengan yang terkonfirmasi positif, walau belum ada gejala harus segera dilakukan testing, kalau betul terinfeksi, terpapar akan positif walau belum muncul gejala," ujar dia melanjutkan.

Menurut Eka, terlambatnya melapor kepada petugas berisiko timbulnya gejala yang lebih serius karena terlambat ditangani medis. Ia menjelaskan, banyak warga yang abai dengan kondisi saat awal terpapar karena merasa tak bergejala.

"Banyak yang merasa karena masih bisa jalan, bergerak, tapi setelah dua atau tiga hari kemudian gejalanya berat. Jangan diam saja segera lapor ke RT, RW, desa untuk segera dihubungkan dengan petugas kesehatan. Inilah pentingnya untuk menghapus stigma, bahwa covid itu bukan aib, makin cepat ditangani, hasilnya semakin bagus," tutur Eka.

Sebelumnya, tingkat kematian pasien di rumah sakit mulai bergeser ke ICU. Kini, banyak pasien yang wafat saat di IGD. Dulu, pasien COVID-19 yang wafat di IGD hanya sekitar 1-2%. Kini, pasien COVID-19 yang wafat di IGD menjadi 20%.

"Kita heran kok kenapa orang di IGD jadi banyak yang wafat? Atau masuk IGD pun sudah wafat, death on arrival, itu lebih tinggi lagi kalau kita masukan data sudah masuk rumah sakit sudah wafat," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin lewat keterangan pers via kanal YouTube, Senin (2/7/2021).

Penyebabnya adalah penanganan pasien yang terlambat. Selain itu, pasien juga terlambat datang ke rumah sakit. Pasien baru datang usai mengalami kondisi kesehatan yang buruk, yakni dalam kondisi saturasi oksigen di bawah 94%.

"Ternyata kita lihat fakta berikutnya adalah orang masuk ke rumah sakit dulu saturasinya masih 93, 92, 90%. Sekarang orang masuk rumah sakit sudah 70% saturasinya, sudah 80%. Itu sudah telat sekali. Artinya virusnya sudah menyebar ke dalam paru-paru dan sudah sesak," tutur Budi.

Simak video 'Kasus Corona RI Per 31 Agustus: Tambah 33.900, Kematian 1.598':

[Gambas:Video 20detik]



Halaman 2 dari 2
(yum/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads