Sudah tiga kali Salim (bukan nama sebenarnya) terpapar virus Corona. Warga Kota Bandung itu pun bersedia untuk diwawancarai detikcom mengenai kisahnya melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah hingga masuk ke rumah sakit di masa pagebluk COVID-19.
Salim kaget bukan main begitu mengetahui hasil pemeriksaannya positif COVID-19 dari hasil tes PCR. Kabar itu ia dapatkan dari temannya melalui aplikasi perpesanan pada September 2020 lalu.
"Saya sangat shock, orang di rumah juga segera saya kabari agar bersiap-siap pindah dulu ke rumah orang tua," kata Salim,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahun pertama pandemi, Salim mengakui terpapar virus Corona masih menjadi momok yang menakutkan baginya, ia lebih mengkhawatirkan stigma yang mungkin bakal melekat kepada keluarganya. "Yang saya takutkan itu pandangan orang-orang, kalau saat pertama kali terpapar status saya orang tanpa gejala," kata Salim.
Ia segera menghubungi puskesmas yang terdekat dari rumahnya, bantuan berupa obat dan vitamin dikatakan Salim masih belum cukup untuk mengatasi rasa sesak yang muncul ketika ia melakukan isoman.
"Ada demam dan agak pusing, karena mungkin pola makan juga tidak terjaga. Saya hanya mengonsumsi mie, karena mau beli makanan ke luar juga takut menularkan ke orang lain," kata pria berusia 30 tahun itu.
"Sampai akhirnya saya dibantu oleh teman untuk bisa melakukan isoman di BPSDM Provinsi Jabar, agar lebih terpantau. Saya kurang lebih tiga hari isolasi di rumah, dan 14 hari isolasi di BPSDM sampai benar-benar negatif lagi hasil tesnya," kata Salim melanjutkan.
Menjadi penyintas betul-betul memberikan pelajaran bagi Salim untuk makin ketat menerapkan protokol kesehatan. Walau begitu, tuntutan profesinya yang mengharuskan ia bekerja di luar ruangan dan berinteraksi dengan banyak orang membuatnya kembali terinfeksi virus Corona.
"Kalau yang kedua itu bulan Januari 2021, sekitar 12 hari saya melakukan isoman di rumah. Saya waktu itu terus berkonsultasi dengan puskesmas, ada gejala sesak nafas, setelah isolasi dan merasakan tidak ada gejala, saya kemudian pergi bekerja lagi," kata Salim.
Awal Juni, virus itu datang lagi. Kali ini gejala yang dialaminya lebih parah bahkan ia harus sampai masuk ke rumah sakit Hasan Sadikin Bandung. Kali ini tak hanya demam yang dialami Salim, tetapi juga dibarengi sesak napas.
"Yang ketiga ini yang makin berat, pertama dan kedua kan ada gejala ringan. Kalau yang ketiga ini lumayan berat, segala terasa sampai akhirnya harus dibawa ke rumah sakit. Kurang lebih lima hari saya dirawat di rumah sakit," kata dia mengenang.
"Itu pengalaman yang tidak pernah ingin saya rasakan lagi, saya belum divaksinasi karena sulit saat mau divaksinasi keburu kena covid lagi," ucapnya.
Salim mengatakan, protokol kesehatan harus benar-benar diterapkan. Ia mengakui, sumber kelengahannya adalah saat berjumpa dengan saudara atau kawan-kawan terdekat.
"Iya itu yang bikin lalai, kalau sekarang ya saya kurangilah kumpul-kumpul, sedikit-sedikit pakai sanitizer, baju langsung dicuci begitu sampai rumah, jangan sampai ada yang mengalami yang saya rasakan, harus patuhi prokes," ujar dia.
Saat ini kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jabar telah mencapai 590.392 kasus. Penambahan kasus harian di Jabar pun belakangan ini hampir tak pernah kurang dari lima ribu kasus per harinya. Lalu apakah seseorang yang terpapar berkali-kali tercatat dalam penambahan kasus harian?
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat R Nina Susana Dewi mengatakan, seseorang yang terpapar berkali-kali kasusnya akan tercatat sebagai kasus baru tiap kali terpapar. "Biasanya dimasukkan lagi sebagai kasus baru, karena saat ini belum ada pendataan terpapar keberapanya," kata Nina saat dihubungi.