Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat (Disperindag Jabar) meminta agar para produsen tahu dan tempe tidak melakukan aksi mogok produksi, lantaran tingginya harga kedelai.
Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Jabar Eem Sujaemah mengatakan operasi pasar telah dilakukan sejak Januari 2021 bersama dengan pihak terkait lainnya, termasuk Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo). Tetapi operasi pasar tidak bisa memenuhi kebutuhan produsen yang tinggi, sedangkan pasokan terus berkurang.
Eem mengatakan tingginya permintaan kedelai ini juga tidak bisa diimbangi oleh besaran pasokan dari importir. "Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan importir lagi susah, Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan. Kedelai di kita ada, tidak langka namun harganya mencapai Rp 10.500-Rp10.700 per kilogram," kata Eem di Bandung, Kamis (27/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, masalah kedelai ini tak hanya terjadi di Jabar, tetapi di seluruh daerah di Indonesia. Tingginya permintaan tak bisa diimbangi dengan pengimpor. "Saat ini masih menunggu arahan dan kebijakan teknis dari Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian terkait solusi agar urusan kedelai ini tidak terjadi kelangkaan," ujar Eem.
Pihaknya memastikan bahwa dari informasi yang didapat dari Gakoptindo, tidak ada perintah agar produsen tempe dan tahu melakukan mogok produksi. "Mungkin ada yang mogok, tapi tidak semuanya. Pemerintah tidak tinggal diam kok," ucapnya.
Salah satu solusi dari Gakoptindo pada para produsen, menurut Eem, adalah produsen tidak mogok produksi dan disarankan untuk menaikkan harga jual maksimal 30 persen. "Kalau tahu tempe naik 30 persen, itu tidak akan jadi masalah, secara organisasi Gakoptindo tidak menyarankan libur produksi, kalau dia mogok implikasinya malah akan lebih banyak," tuturnya.
Disperindag Jabar memilih agar produsen menaikkan harga produksi sebagai solusi jangka pendek yang bisa ditempuh oleh para produsen ketimbang mogok produksi. "Sambil kita menunggu kebijakan lebih lanjut dari Kementerian Perdagangan," ucap Eem.
(yum/bbn)