Warga Banten bernama Luthfi (30) masih ingat bagaimana teman baiknya tewas diduga akibat diguna-guna teluh dan santet. Teman yang ia tahu selalu bugar dan ceria, tiba-tiba jadi pemurung. Sahabatnya mengurung diri di kamar, menolak makan hingga beberapa lama kemudian menyisakan tulang di badan, lalu meninggal.
Usut punya usut, rekannya itu ternyata terlibat perebutan perempuan di kampungnya, Kabupaten Lebak ke bagian selatan. Lawannya geram perempuan yang disukai memilih temannya itu, kemudian mengirimkan teluh.
"Dibawa ke mana-mana, ke RS nggak bisa, terus dibantu juga nggak bisa. Orang situ (kampung korban) memang kan kental (santetnya). Saya dengarnya dia udah meninggal, diceritain sama keluarganya," kata Lutfhi saat berbincang dengan detikcom di Serang, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita saksi mata bagaimana mengerikannya magi santet dan teluh Banten disampaikan dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Ayatullah Humaeni. Ayat --sapaannya-- menulis disertasinya tentang 'Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Magi Banten'. Ia memiliki rekan yang pindah dari luar daerah, lalu tugas di posisi strategis di institusi vertikal pemerintahan di Banten.
Saat di jabatan baru itu, rekannya yang dikenal rasional, menolak kepercayaan pada magi dan supranatural, tiba-tiba datang ke Banten malah selalu gelisah dan mudah sakit tanpa sebab. Orang itu pun kemudian percaya bahwa ia telah diguna-guna sesama rekan di kantor yang tidak suka posisi jabatannya.
"Makanya, orang luar ditugaskan di Banten masih ada kekhawatiran, tiba-tiba di Banten sakit-sakitan. Saya ada teman, orang rasional, tugas di Banten dia selalu gelisah dan sakit-sakitan karena dia menduduki jabatan," ujar Ayat.
Simak juga 'Heboh! Dugaan Ritual Aliran Sesat di Pandeglang Banten':
Menurut Ayat, seseorang bisa mencelakakan orang lain seperti cerita di atas dengan magi Banten, melalui santet, teluh atau guna-guna pada seorang dukun. Namun, permintaan itu biasanya mensyaratkan sebuah mahar. Mahar hal lumrah, bahkan itu terjadi dan dibuktikan saat dirinya mempraktikkan memasang susuk saat melakukan penelitian pada seorang kiai ahli hikmah.
"Itu beda-beda maharnya, kalau emas berapa, intan berapa. Waktu saya tahun 2012, yang emas Rp 500 ribu. Mau dipasang berapa butir, macam-macam. Untuk wibawa misalnya, kalau ngomongnya berkharisma dipasang di bibir, posisinya berbeda-beda," ucap Ayat.
Justru, pelet menurutnya jadi magi yang paling mudah dan murah maharnya. Saat menemui dukun, Ayat ditawari pelet mani gajah, lalu ia sukarela memberi Rp 300 ribu. Mahar ini tentunya juga berbeda-beda sesuai dengan ilmu atau kebutuhan apa yang diminta oleh seseorang. Namun, untuk santet, teluh yang bisa mencelakai orang secara fisik, mental hingga kematian, tentunya lebih mahal.
"Santen bisa lebih mahal, karena si dukun melakukan ritualnya secara langsung, apalagi targetnya sampai sakit dan meninggal," ujarnya.
Di disertasinya, ia menuliskan bahwa pernah ditawari oleh kiai ahli hikmah ilmu laduni dunya dengan mahar 25 gram emas. Ahli itu menjamin Ayat mampu menguasai ilmu itu tanpa melalui puasa, tirakat dan wiridan.
Namun, untuk sebagian ahli hikmah, ia tuliskan bahwa mahar magi dianggap tidak baik. Jika pun ada seseorang yang atas tujuannya mempelajari dan memanfaatkan magi demi kebaikan, itu bisa seikhlasnya.
"Sebenarnya tidak ada di kitab manapun dalam ajaran Islam yang mengharuskan seseorang membayar mahar dengan jumlah uang atau barang tertentu untuk memperoleh ilmu magi dari kiai," tulis Ayat mengutip kiai asal Pandeglang.