16 tahun silam tepatnya 21 Februari 2005 sedikitnya 150 orang meninggal dunia akibat tertimbun longsoran sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
Gunungan sampah setinggi 60 meter dengan panjang 200 meter itu menimbun tubuh para pemulung yang diakibatkan oleh ledakan akumulasi gas metan dari tumpukan sampah.
Dua windu berselang warga Kampung Adat Cireundeu tak bosan-bosannya memperingati meninggalnya saudara mereka dalam tragedi yang kemudian mempelopori lahirnya Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap tahunnya di tanggal 21 Februari, mereka selalu menggelar ritual adat peringatan tragedi mengenaskan itu. Pun kali ini, kendati di tengah pandemi COVID-19 mereka tak absen menabur bunga dan memanjatkan doa di tebing dekat lokasi longsor sampah.
Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Abah Widi mengisahkan dirinya tak pernah lupa rasa sakit dan sedih kehilangan sanak saudara gegara kesalahan manusia yang mengotori alam dengan sampah.
"Sekarang memang sudah agak berkurang kekhidmatan dari upacara peringatannya. Hanya kami warga yang kehilangan saudara yang masih peduli dengan upacara dan mendoakan arwah yang meninggal, kalau pemerintah tidak ada," kata Abah Widi kepada detikcom usai ritual tabur bunga.
Menurutnya, tragedi memilukan yang menewaskan ratusan korban jiwa tidak perlu diperingati secara meriah. Paling penting mereka yang datang bisa ikut merasakan dan mendoakan para korban yang tewas tertimbun longsoran sampah.
"Siapapun boleh datang ke Kampung Adat Cireundeu. Apakah untuk berwisata, untuk menenangkan diri, atau untuk sekadar mengingat longsor sampah. Yang penting semua datang dalam tujuan baik dan mendoakan yang terbaik," ucapnya.
Namun selama 16 kali bolak balik menaburkan bunga di tebing lokasi longsor sampah, dirinya menyayangkan ketidakpedulian pemerintah pada mereka yang meregang nyawa bahkan tak ditemukan jasadnya hingga kini.
"Abah sangat menyayangkan pemerintah selama 16 tahun ini, jarang terlibat. Padahal boleh dibilang mereka yang punya dosa. Memang kita tidak bisa menyalahkan siapapun, tapi minimal pemerintah datang ke Cirendeu, meminta maaf pada warga Cirendeu," tegasnya.
Lahan eks-TPA Leuwigajah saat ini sudah rimbun oleh rerumputan dan pepohonan. Warga tak merasa trauma mendekati lahan yang berada di sisi tebing tepat di depan Gunung Gajah Langu.
Pihaknya juga dengan tegas bakal menolak apabila ada rencana mengembalikan kawasan tersebut menjadi TPA. Ia dan warga kampung lainnya tidak ingin tragedi menyedihkan kembali terulang.
"Sudah cukup 22 tahun kami menderita karena tempat tinggal kami yang sarat budaya, adat, dan sejarah, jadi tempat sampah. Jangan ada kekosongan peringatan HPSN, karena bisa saja nanti akan kembali jadi TPA," jelasnya.
"Hari Peduli Sampah Nasional itu karena kejadian nahas di kampung kami. Dari situ kita ambil kesimpulan, sampah bukan cuma tanggung jawab pemerintah tapi tanggung jawab semua pihak," ujar Abah Widi menambahkan.
Saksikan juga 'Sajian Kopi Rempah Sambil Tonton Kendaraan Militer di Cimahi':