Sejumlah tenaga pikul jenazah COVID-19 di pemakaman khusus COVID-19 Cikadut diangkat menjadi PHL bergaji Rp 2,6 juta per bulan usai polemik jasa angkut mencapai jutaan rupiah. Meski begitu, beberapa warga tetap memberikan uang kepada tim pikul.
Seperti yang dialami Ryan Abdurahim (38). Warga Cibaduyut ini memakamkan mertuanya yang meninggal di pemakaman khusus COVID-19 Cikadut pagi tadi, Sabtu (6/2/2021). Ryan bercerita, sejak di rumah sakit, ia yang mendapat kontak tim pikul langsung menghubungi untuk memastikan ada tidaknya orang yang mau mengangkut jenazah mertuanya itu.
"Saya tanya kan ada yang bisa gotong atau enggak, terus dijawab ada. Cuma kalau ngasih sih mereka enggak matok," ucap Ryan saat berbincang dengan detikcom di TPU Cikadut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berbincang dengan detikcom, Ryan tengah menunggu tim pikul datang untuk mengangkut jenazah mertuanya itu. Tak lama, enam orang berpakaian Alat Pelindung Diri (APD) datang dan membawa jenazah mertua Ryan dari mobil ambulans.
Jenazah yang berada di dalam peti cokelat itupun kemudian digotong. Tim pikul lalu menggotong jenazah melewati beberapa makam lain.
Setelah proses pemakaman rampung, Ryan pun lantas datang ke kantor TPU Cikadut. Ryan mengaku tak dipinta uang oleh tim di sana terkait jasa angkut jenazah.
"Enggak (ditagih). Cuma ngasih seridonya saja. Saya tadi (kasih) Rp 500 ribu. Alhamdulillah enggak (dipatok), iya seridonya aja," tutur Ryan.
Sementara itu Koordinator Tim Jasa Pikul Jenazah COVID-19 TPU Cikadut Fajar Ifana menyatakan sudah sejak lama tim jasa pikul memang tidak mematok harga yang akan diberikan oleh warga untuk mengangkut jenazah dari mobil ambulans ke liang lahat. Namun, dia tak memungkiri ada yang memberi itupun tidak dipatok hanya seikhlasnya.
"Kalau sekarang yang ngasih ada seikhlasnya gitu. Enggak dipatok, nggak ada patokan kang dari dulu juga. Iya kalau memang ikhlas diterima, kalau enggak ya nggak usah diterima, nggak ada paksaan," tutur dia kepada detikcom.
Sebelumnya, jasa angkut jenazah COVID-19 di TPU Cikadut menjadi polemik lantaran keluarga dipinta uang hingga jutaan rupiah. Polemik ini pun berujung pengangkatan para jasa pikul menjadi pekerja harian lepas (PHL) oleh Pemkot Bandung. Setelah diangkat, mereka diberi gaji Rp 2,6 juta perbulannya.
(dir/ern)