Menurut Akhmad, dengan adanya hasil riset yang dipublikasikan di nature scientific report (jurnal ternama) tersebut, menambah informasi mengenai potensi serta bahaya gempa bumi dan tsunami di selatan Jawa. Dia menjelaskan publikasi tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai rujukan dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami, khususnya di selatan Jawa.
Akhmad juga mengatakan, ada beberapa langkah mitigasi yang bisa dilakukan yaitu survei kegeologian serta kajian bahaya gempa bumi. Kemudian, melakukan pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi dan tsunami.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kemudian petanya disosialisasikan kepada stake holder untuk dimanfaatkan di antaranya menjadi panduan dalam penataan ruang. Terakhir, melakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai bahaya geologi (erupsi gunungapi, gempa bumi, tsunami dan gerakan tanah) dan upaya mitigasinya," ujar Akhmad.
Akhmad menyatakan, kejadian gempa bumi belum bisa diprediksi secara akurat terutama waktu kejadiannya. Namun potensi dan tingkat kerawanan suatu daerah sudah bisa diestimasi.
"Jadi penataan ruang berbasis kebencanaan bisa menjadi kunci mitigasi bencana. Peningkatan kapasitas masyarakat perlu dilakukan, masyarakat harus mengetahui potensi bahaya di daerahnya, kemudian menyesuaikan atau beradaptasi dengan kondisi tersebut, misalnya membangun bangunan tahan gempa bumi dan tidak tinggal di kawasan rawan tsunami tinggi," tuturnya.
"Kalau untuk mendeteksi kejadian gempa bumi sudah bisa, artinya kita bisa mengetahui gempa bumi dan tsunami setelah terjadi. Kalau alat atau ahli untuk memprediksi kejadian gempa bumi, hingga saat ini belum ada," Akhmad menambahkan.
Selain membekali diri dengan pengetahuan potensi bahaya di daerahnya, menurutnya masyarakat juga harus membekali diri dengan proses evakuasi diri sendiri. "Masyarakat juga harus mengetahui upaya penyelamatan diri ketika terjadi gempa bumi dan tsunami," kata Akhmad menegaskan.
(bbn/bbn)