Sri mengatakan riset tersebut telah dilakukan sejak awal 2019. Mereka menggunakan data gempa dari BMKG dan ISC mulai April 2009 hinga November 2018 untuk mempelajari potensi gempa megathrust dan tsunami di selatan Jawa.
"Selain analisis data seismik (gempa), kami juga memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama 6 tahun untuk mempelajari sumber gempa di masa mendatang," ucap Sri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil pemodelan tsunami yang telah dilakukan dalam studi ini dengan menggunakan sumber gempa yang diturunkan dari data GPS, yaitu model interplate coupling, menunjukkan skenario terburuk di mana sumber tsunami di lepas pantai selatan Pulau Jawa semuanya pecah secara bersama-sama. Menghasilkan tinggi tsunami hingga 20,2 meter di Jawa Barat dan 11,7 meter di Jawa Timur," tutur Sri menambahkan.
Dia menegaskan hasil riset ini bukan menunjukkan kapan terjadinya megathrust, tetapi untuk menunjukkan kesiapsiagaan. "Intinya hasil riset ini lebih untuk kesiapsiagaan bukan untuk prediksi. Kalau kapan gempa akan terjadi itu para ahli belum bisa memprediksinya," ujarnya.
"Hasil ini mendukung seruan untuk penguatan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia (InaTEWS), terutama di Jawa yang berpenduduk terpadat di Indonesia guna membantu melindungi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir," ucap Sri.
Sekadar diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta BMKG memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai daerah rawan bencana. Jokowi juga meminta BMKG bicara apa adanya terkait potensi gempa dan megathrust di wilayah Indonesia.
"Kita harus secara besar-besaran memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa daerah kita memang rawan bencana. Harus intensif, baik itu kepada anak-anak kita di SD, SMP, SMA, di perguruan tinggi, sampaikan juga apa adanya. Seperti kemarin agak ramai potensi megathrust. Sampaikan apa adanya, memang ada potensi kok," kata Jokowi saat membuka Rakornas BMKG di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa 23 Juli 2019.
Jokowi mengatakan penyampaian yang apa adanya bukan bermaksud untuk meresahkan warga. Menurut dia, penyampaian yang apa adanya dari BMKG terkait potensi gempa dan megathrust untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada.
"Bukan meresahkan. Sampaikan dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Itu edukasi, memberikan pelajaran kepada masyarakat. Lama-lama kita akan terbiasa. Seperti di Jepang yang kita lihat, kalau ada gempa, sirene nggak bunyi, tenang-tenang saja. Tapi begitu sirene bunyi, larinya ke mana, arahnya ke mana, sudah jelas semuanya," tutur Jokowi.
(bbn/bbn)