"Itu sudah bagus, artinya Kementerian Agama juga memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat terutama MUI Pusat," ucap Sekertaris Umum MUI Jabar Rafani Akhyar saat dihubungi, Senin (21/9/2020).
Rafani mengungkapkan, perubahan istilah yang dilakukan Kemenag sendiri dirasa positif dan aspiratif.
"Walaupun secara teknis, untuk meningkatkan kompetensi tapi sertifikat diberikan, jadi ya sebetulnya sama saja, tapi merubah istilah sudah bagus, sudah aspiratif," ungkapnya.
Meski demikian, menurutnya di era modern seperti saat ini sertifikat dibutuhkan bagi dai itu sendiri.
"Sekarang ini di dunia modern, semua profesi itu kalau ingin aman pakai sertifikat. Di luar negeri tukang ngaduk (kuli bangunan) punya sertifikat, tukang las, tukang kayu, apalagi dai di kita, fakta bahwa banyak dai abal-abal kan tidak bisa dibantah juga," jelasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan program penguatan kompetensi penceramah agama menggantikan program penceramah bersertifikat. Nama program tersebut diganti setelah Kemenag menerima masukan dari berbagai pihak.
"Kami ingin meluruskan atau mengklarifikasi bahwa nama program ini adalah Penguatan Kompetensi Penceramah Agama," kata Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan tertulis di situs Kemenag, Jumat (18/9/2020).
"Berdasarkan masukan dan arahan dari berbagai pihak, program ini namanya adalah Penguatan Kompetensi Penceramah Agama," sambung Zainut.
Zainut menjelaskan nama program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama ini dipilih untuk menghindari polemik.
Tonton video 'Menag Jamin Penceramah Tak Sertifikat Tetap Bisa Dakwah':
(wip/mso)