Ikatan Alumni UPI Desak Mendikbud Jadikan Sejarah Mata Pelajaran Wajib

Ikatan Alumni UPI Desak Mendikbud Jadikan Sejarah Mata Pelajaran Wajib

Yudha Maulana - detikNews
Sabtu, 19 Sep 2020 15:02 WIB
Taman Isola UPI
Kampus UPI (Foto: Mochamad Solehudin)
Bandung -

Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia Komisariat Departemen Pendidikan Sejarah (IKA Pendidikan Sejarah UPI) mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tetap menjadikan sejarah sebagai mata pelajaran wajib bagi seluruh jenjang pendidikan menengah.

Desakan ini mencuat, setelah beredarnya draft penyederhanaan kurikulum yang tengah digodok tim bentukan Mendikbud.

Dalam draft tersebut, mata pelajaran sejarah hanya menjadi bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas X dan menjadi mata pelajaran pilihan di kelas XI dan XII. Sementara di SMK, rancangan penyederhanaan kurikulum tidak mencantumkan adanya mata pelajaran sejarah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menolak dengan tegas reduksi mata pelajaran sejarah sebagaimana tertuang dalam rancangan penyederhanaan kurikulum. Sebaliknya, kami menuntut dikembalikannya sejarah sebagai mata pelajaran wajib pada seluruh jenjang pendidikan menengah: SMA/SMK/MA/MAK," ujar Ketua IKA Pendidikan Sejarah UPI Prof Dadan Wildan dalam keterangannya yang diterima detikcom, Sabtu (19/9/2020).

Pihaknya pun telah melayangkan surat tuntutan yang ditujukkan kepada Mendikbud, yang salah satu poinnya adalah evaluasi total terhadap proses penyederhanaan kurikulum yang dilakukan lembaga nonpemerintah dan mengembalikan proses tersebut kepada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud sebagai badan resmi di bawah Kemdikbud sesuai dengan tugas dan fungsinya.

ADVERTISEMENT

Sebagai gantinya, Dadan meminta Kemdikbud melibatkan para pakar pendidikan dan pengembang kurikulum dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), para praktisi, asosiasi profesi, dan asosiasi program studi dalam proses penyederhanaan kurikulum.

Menurut dadan, tuntutan yang dilayangkan kepada Mendikbud ini tidak hanya berasal dari alumni Pendidikan Sejarah UPI, melainkan hasil kajian mendalam yang dihelat pada webinar yang diikuti 5.000 orang, yang melibatkan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Forum Komunikasi Guru IPS Nasional, dan Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah se-Indonesia (P3SI) ini mengusung tema "Matinya Sejarah: Kritik Terhadap Rancangan Kurikulum 2020" pada Kamis, 17 September 2020 lalu.

Dalam webinar itu juga dihadirkan Guru Besar Pendidikan Sejarah UPI/Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 Prof. Dr. Said Hamid Hasan, MA; Sekretaris Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia/Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Dr. Restu Gunawan, M.Hum.; Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud Maman Fathurrohman, Ph.D.; Pendiri dan Pembina P3SI/Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI Dr. Agus Mulyana, M.Hum.; Presiden AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma.

"Begitu mendapat informasi terkait draft penyederhanaan kurikulum yang di dalamnya mereduksi mata pelajaran sejarah, kami langsung mendiskusinyanya melalui grup percakapan WhatsApp. Diskusi ni dilanjutkan dengan webinar yang di dalamnya menghadirkan narasumber sesuai kualifikasi profesionalnya. Alhamdulillah mendapat sambutan luar biasa. Ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap pelajaran sejarah sangat tinggi," ucap sejarawan anggota penulis buku Sejarah Jawa Barat ini.

Lebih jauh Dadan menjelaskan, pada dasarnya IKA Pendidikan Sejarah UPI mendukung penyederhanaan kurikulum sebagai bagian dari respons terhadap dinamika sosial, kebangsaan, maupun perkembangan teknologi dan tantangan global yang dihadapi.

Namun demikian, penyederhanaan kurikulum hendaknya tetap mengacu kepada kepentingan nasional dan pembentukan karakter bangsa.

"Reduksi mata pelajaran sejarah dengan hanya menjadi bagian dari IPS pada kelas X dan mata pelajaran pilihan kelas XI dan XII SMA serta penghapusan mata pelajaran sejarah pada jenjang SMK merupakan kekeliruan cara pandang terhadap tujuan pendidikan. Penghilangan mata pelajaran sejarah dengan hanya menjadikan sebagai pilihan berpotensi mengakibatkan hilangnya kesempatan siswa untuk mempelajari sejarah bangsa sekaligus menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indonesia," tegas
Dadan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno mengklarifikasi sioal isu dihapusnya pelajaran sejarah termuat dalam dokumen yang beredar terkait 'Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum Asesmen Nasional'. Totok mengatakan rencana penyederhanaan kurikulum tersebut masih dalam tahap awal dan pembicaraan.

"Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis," ujar Totok dalam keterangannya. Dia menuturkan penggodokan penyederhanaan kurikulum ini dilakukan dengan hati-hati. Kemendikbud juga disebut mengharapkan masukan dari seluruh pihak terkait.

"Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, muncul petisi daring (online) yang mengusung isu soal mata pelajaran sejarah untuk SMA dan sederajat. Petisi di change.org atas nama Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) berjudul 'Kembalikan posisi mata pelajaran sejarah sebagai mapel wajib bagi seluruh anak bangsa' telah mendapat 10.473 tanda tangan hingga Jumat (18/9/2020) malam

Halaman 2 dari 2
(yum/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads