Klan atau keturunan Sultan Sepuh XI Radja Tadjoel Arifin Djamaluddin Aluda Mohammad Samsudin Radjaningrat tetap menolak PRA Luqman sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan. Namun Klan Sultan Sepuh XI mengaku tak terlibat dalam pengerahan massa yang membuat situasi memanas saat penobatan Luqman sebagai sultan.
Gelombang penolakan muncul dari sejumlah pihak seperti barisan yang mengatasnamakan Kesultanan Cirebon dan Forum Silahturahmi Dzuriyah Sunan Gunung Jati. Hal ini juga membuat perpecahan di lingkungan keluarga Keraton Kasepuhan yakni kubu klan Sultan Sepuh XII Alexander Radjaningrat dan Sultan Sepuh XI Radja Tadjoel Arifin.
Luqman bagian dari klan Sultan Sepuh XII. Ayahnya, almarhum Arief merupakan cucu dari Sultan Sepuh XII. Sementara itu, klan Sultan Sepuh XI diwakili Raden Raharjdo yang berani menggembok ruangan Dalem Arum Keraton Kasepuhan pada Juni lalu. Selain menolak Luqman sebagai sultan, Rahardjo juga sedang melakukan langkah hukum lanjutan, utamanya terkait penguasaan Keraton Kasepuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cucu Sultan Sepuh XI, Raden Rahardjo Djali mengatakan pihaknya akan tetap melawan klan Sultan Sepuh XII. "Kita tetap akan maju ke depannya. Tentu dengan cara elegan. Tetap pada komitmen kami, tidak akan pernah mengerahkan massa. Kekuatan kami adalah murni keluarga besar kami (keturunan Sultan Sepuh XI)," kata Rahardjo kepada awak media di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/9/2020).
Rahardjo juga menyebut Luqman bukanlah nasab dari Sultan Sepuh XI. Sebab Sultan Sepuh XII Alexander adalah anak angkat. "Kita jelaskan nasab dari Sultan Sepuh XI," katanya.
Raharjdo mengaku tak hadir saat proses jumenengan Luqman. Ia sengaja balik ke Jakarta, sesuai arahan Wali Kota. Ia menyayangkan adanya keributan yang sempat terjadi saat jumenengan. Sebab, salah satu sesepuhnya yakni Elang Mas Upi Supriyadi tak bisa menghadiri tahlil 40 hari wafatnya Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, yang digelar setelah jumenengan.
"Kejadian itu jelas pelecehan terhadap Elang Upi yang merupakan sesepuh keraton. Kami melakukan cara-cara yang elegan, yakni membawanya ke jalur hukum," kata Rahardjo
Rahardjo juga menyoroti soal pakem jumenengan Luqman sebagai sultan. Menurutnya, jumenengan kemarin berbeda dengan pakem saat Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai sultan.
Sekadar diketahui, Raharjdo bersama kuasa hukumnya tengah mengajukan ajudikasi terkait putusan pengadilan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964. Sengketa hukum yang dimenangkan klan Sultan Sepuh XI melawan Sultan Sepuh XII Alexander. Dalam putusan itu, pengadilan menolak hak forum previlegiatum Alexander, atau tidak menerima kedudukan Alexander sebagai sultan.
"Alexander mengatakan bahwa saya berkedudukan sekarang Sultan sepuhan Cirebon pangkat Radja Radjaningrat. Hak berkuasa atas seluruh tanah dan semacamnya. Tapi, pernyataan dalil Alexander itu dikesampingkan oleh pengadilan. Kedudukan hukumnya sudah tetap. Pengadilan mengabulkan tuntutan penggugat (klan Sultan Sepuh XI)," kata Kuasa Hukum Rahardjo, Erdi Soemantri.
"Pertimbangan hukumnya seperti itu. Artinya, pemerintah Indonesia tidak menerima Alexander sebagai sultan," kata Erdi menambahkan.
Beberapa hari lalu Erdi telah mengajukan ajudikasi, pemeriksaan berkas putusan yang belum dieksekusi. "Ini lanjutan putusan 1964. Kita menunggu. Ajudikasi ini sudah dilakukan sejak 2001, dilaksanakan fisiknya 2004. Kemudian kita ajudikasi 2011, akhirnya dilakukan ajudikasi data. Sekarang ajudikasi lagi, masih menunggu," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyarankan agar polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan ini bisa diselesaikan dengan dua cara, yakni musyawarah dan jalur hukum.
"Hari ini jumenengan dan ada dinamika. Itu silakan diselesaikan sebaik baiknya," kata Ridwan Kamil di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Minggu (30/8/2020).
"Cara pertama adalah sebaiknya berpegang pada sila keempat, yaitu musyawarah mufakat. Kalau tidak menggunakan musyawarah, ada cara kedua yakni negeri ini adalah negeri hukum. Sehingga bisa diselesaikan melalui koridor hukum," kata pria yang akrab disapa Emil itu.
(ern/ern)