Beda Pakem, Filolog Jelaskan Tradisi Penobatan Sultan Era Sunan Gunung Jati

Beda Pakem, Filolog Jelaskan Tradisi Penobatan Sultan Era Sunan Gunung Jati

Sudirman Wawad - detikNews
Selasa, 01 Sep 2020 13:11 WIB
Filolog Raffan S Hasyim
Foto: Filolog Raffan S Hasyim (Foto: Sudirman Wawd/detikcom).
Cirebon -

Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman Zulkaedin resmi dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan. Luqman menggantikan ayahnya, almarhum Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat yang wafat pada Juli lalu.

Tradisi jumenengan atau penobatan Luqman sebagai Sultan Sepuh XV diwarnai aksi penolakan sejumlah pihak. Barisan santri yang tergabung dalam Forum Silahturahmi Dzuriyah Sunan Gunung Jati menolak penobatan Luqman sebagai sultan sepuh. Kemudian, penolakan juga datang dari kalangan yang mengatasnamakan keluarga Kesultanan Cirebon.

Dua kubu yang datang saat proses jumenangan itu mengganggap Luqman bukanlah turunan Sunan Gunung Jati. Luqman dinilai tak layak untuk menjadi sultan. Selain itu, Luqman juga dianggap tak melibatkan sesepuh dan ulama saat proses jumenangan kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah seorang filolog Raffan S Hasyim mengatakan tradisi jumenengan sejatinya memiliki pakem. Ulama dan sesepuh dilibatkan saat Sunan Gunung Jati dilantik sebagai Sultan Kasultanan Cirebon.

"Yang mengangkat Sunan Gunung Jati waktu itu adalah Pangeran Cakrabuana (sesepuh). Kemudian, Sunan Ampel yang merupakan ulama," kata filolog yang akrab disapa Opan itu saat berbincang dengan detikcom di Jalan Kartini Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/9/2020).

ADVERTISEMENT

Selain melibatkan sesepuh dan ulama, Opan menerangkan, jumenengan juga harus memiliki penanda 'kaprabon'. "Penanda kaprabon ini seperti keris. Kerisnya juga keris yang namanya Ki Jimat Tunggul Manik. Kemudian ada mande, atau di balai, terus lampit dan lainnya," kata Opan.

Tonton juga video 'Pria Ini Segel Keraton Kasepuhan, Ngaku Keturunan Sultan':

[Gambas:Video 20detik]



Lebih lanjut, Opan menceritakan, pakem tradisi jumenengan Sunan Gunung Jati itu mulai ditinggalkan. Tepatnya, Sultan Sepuh XV Sultan Matangaji dibunuh. Pengganti Sultan Matangaji, yakni Sultan Sepuh XVI tak menggunakan pakem jumenengan yang digunakan saat Sunan Gunung Jati diangkat menjadi sultan.

"Setelah Sultan Matangaji, sultan berikutnya dilantik dengan melibatkan Pemerintah Hindia-Belanda, sampai zaman keresidenan. Sultan XI itu masih keresidenan," kata Opan.

Opan mengaku tak bisa berkomentar panjang tentang tradisi jumenengan Luqman sebagai Sultan Sepuh XV. "Yang kemarin, saya sebetulnya tidak bisa komentar. Karena berbeda banget. Ya mungkin pakem mereka begitu. Kalau bicara pakem Gunung Jati yang saya jelaskan tadi," kata Opan.

Opan mengatakan sejatinya yang pantas menjadi Sultan Keraton Kasepuhan adalah trah atau keturunan Sunan Gunung Jati, dan Pangeran Cakrabuana. Namun harus melalui persyaratan tertentu.

"Nanti persempit lagi, ada syarat-syaratnya. Bisa dimusyawarahkan dengan alim ulama," kata Opan.

Diberitakan sebelumnya, selain gelombang penolakan dari sejumlah pihak. Di lingkungan keluarga Keraton Kasepuhan sendiri terpecah menjadi dua kubu, yakni dann Sultan Sepuh XII Alexander Radjaningrat dan Sultan Sepuh XI Radja Tadjoel Arifin.

Luqman bagian dari klan Sultan Sepuh XII. Ayahnya, almarhum Arief merupakan cucu dari Sultan Sepuh XII. Sementara itu, klan Sultan Sepuh XI diwakili Raden Raharjdo yang berani menggembok ruangan Dalem Arum Keraton Kasepuhan. Rahardjo juga sedang melakukan langkah hukum lanjutan, utamanya terkait penguasaan Keraton Kasepuhan.

Kendati diberondong penolakan, sejumlah keluarga Keraton Kasepuhan tetap mengakui Luqman sebagai sultan. Perwakilan dari Keraton Kasepuhan, atau wargi Keraton Kasepuhan Pangeran Chaidir Susilaningrat mengatakan tak mempermasalahkan soal insiden penolakan. "Kami bersyukur acara ini bisa berjalan lancar. Sama sama kita ketahui ada kelompok wargi yang berbeda pendapat mengenai jumenengan ini. Itu hak mereka menyampaikan pendapat," kata Chaidir.

Chaidir mengatakan pihaknya tetap melaksanakan tradisi jumenengan sebagai bentuk implementasi merawat budaya, tradisi yang ada di Keraton Kasepuhan. "Kami semata-mata melaksanakan tradisi sejak sultan sebelumnya. Setelah jumenengan Gusti Sultan Sepuh XV akan melaksanakan tugasnya melanjutkan tanggungjawab dari ayahandanya, yakni pelestarian dan merawat tradisi. Itu tugas utamanya," katanya.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads