Pesantren di Jawa Barat mulai kembali melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) pada fase Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Namun geliat di lembaga pendidikan berbasis asrama itu tidak disertai dengan tes masif di tengah pandemi Corona atau COVID-19.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan sedianya Pemprov Jabar ingin melaksanakan rapid atau swab test di seluruh lingkungan pesantren. Kendalanya, stok alat periksa COVID-19 tak memadai.
"Bukan soal rapid test, tidak rapid test-nya. Barangnya yang kita mau tidak ada. Contoh ya harusnya swab, jangan hanya rapid test, tapi barangnya enggak ada. Jadi kita menggunakan apa yang ada, walau pun tidak ideal kan," ujar pria yang akrab disapa Kang Emil itu di Gedung DPRD Jabar, Selasa (14/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau PCR-nya dari hari pertama di Indonesia berlimpah, jumlahnya berjuta-juta ya ngapain kita memakai alat yang lain? Jadi rapid test pesantren juga sama, kita tidak bisa mensubsidi dulu karena belum," kata Emil melanjutkan.
Kementerian Agama RI, sambung Emil, telah menganggarkan Rp 2,6 triliun untuk bantuan pesantren secara nasional berkaitan dana penanggulangan COVID-19 dan AKB. Dana itu akan diberikan dengan nominal yang berbeda-beda.
"Tipe 1 Rp 50 juta, tipe 2 Rp 40 juta, tipe 3 Rp 25 juta. Kemudian ada bantuan insentif guru pesantren dan bantuan MCK. Nah untuk pengetesan, beli masker bisa menggunakan yang Rp 50-40-25 juta, ini sedang berproses administrisinya, dan itu boleh dibelanjakan untuk persiapan pembukaan pesantren," tutur Emil.
"Nanti ada klasifikasi sementara dibagi tiga kategori, jadi uang itu bisa dipakai untuk rapid test, beli masker dan lain-lain," kata Emil menambahkan.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan pesantren yang berjalan itu yang masuk tipe salafiyah (mondok). Sementara itu untuk pesantren khalafiyah belum melaksanakan aktivitas pendidikan.
"Sesuai SOP yang ada di masing-masing pesantren ada gugus tugas yang diketahui oleh kepala pesantren. Kemudian juga pesantren sudah memahami tentang keharusan dilaksanakannya protokol kesehatan COVID-19 di masing-masing pesantren, sehingga tidak masalah," ujar Uu.
Uu menegaskan tes acak di lingkungan pesantren belum diagendakan. Walau begitu, ia optimistis para santri datang ke pesantren sudah membawa surat keterangan sehat dari masing-masing daerah asal.
"Jadi mereka dipastikan selesai melakukan pengetesan masing-masing, walau pun ada keberatan ada yang Rp 75 ribu, ada Rp 50 ribu. Ini untuk di kota tak masalah, tapi kalau di daerah di pinggiran (agak berat). Artinya saya pikir, insyaallah, tidak ada pelanggaran di pesantren," tutur Uu.