Dari usahanya itu, ia harus menghidupi keluarga dan pekerjanya. Setiap hari, mereka bekerja di halaman rumahnya yang disulap menjadi tempat pembuatan sapu ijuk.
"Di sini Alhamdulillah ada tiga orang yang kerja. Dalam sehari bisa produksi 50 sapu ijuk. Kalau yang punya banyak modal bisa buat stok," ucap Ujang saat di Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung, Selasa (23/6/2020).
Biasanya, setiap bulan ia bisa mengirim sapu khas Jepang karyanya itu ke salah satu pemasok di Bandung. Ia menjual ke pemasok sapu tersebut seharga sebesar Rp 30 ribu per kilogram. Namun selama Corona dia kesulitan menjual sapu buatannya.
"Waktu ada COVID itu kan terhambat juga, jalan ditutup. Tapi kalau kerja engak ke ganggu," ujar Ujang.
Sebelum pandemi Corona, dia menyebut dalam satu bulan mampu mengirim sapu khas Jepang sebanyak 2 kuintal atau 200 kilogram. Untuk bahan baku ijuk sendiri dari pohon aren dia dapatkan dari daerah Cianjur.
"Kalau dari sininya Rp 30 ribu per kilogram yang sapu Jepang. Saya per bulan sekitar 2 kuintal atau 200 kilo gram biasa kirim," tuturnya.
Selain sapu khas Jepang, ia juga membuat sapu ijuk yang biasa dipakai di rumah. Harganya dinilai cukup murah, hanya Rp 1.000 untuk harga pengecer.
Di tengah kondisi sulit yang dirasakannya, kini ada harapan untuk bisa mengembalikan roda usahanya. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai wilayah mulai dilonggarkan dan diharapkan bisa memperlancar geliat usahanya.
Ujang mengaku, saat ini mulai datang pesanan sapu dari sejumlah warga. Dia berharap bisnis yang dijalaninya bisa kembali pulih agar dapurnya bisa tetap ngebul.
"Yah semoga sekarang bisa tumbuh lagi, kalau tidak ada yang membeli bisa-bisa merumahkan pekerja," harapnya sambil meneruskan menarik ijuk ke sebuah paku khusus.
Sementara itu, Kepala Desa Tenjolaya Ismawanto Somantri mengatakan, usaha yang digeluti Ujang mampu bertahan karena salah satunya kondisi desa yang kondusif, atau tidak ada terjadinya penularan virus Corona.
"Alhamdulillah Desa Tenjolaya saat pandemi sebagian besar masih bekerja, masih bisa berpenghasilan, yang tidak itu kalau mereka kerjanya ke luar kota itu memang kena," ujar Ismawanto.
(mso/mso)