Bukan hanya menyerang kesehatan seseorang, wabah virus Corona berdampak pada lini kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Nasib kurang beruntung dihadapi satu keluarga prasejahtera di Kampung Pasir Koet RT 4 RW 7, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Suami-istri, Andi Saputra (49) dan Tuti Mulyati (37), terpaksa hidup kembang kempis setelah pemerintah menerapkan aturan ketat social distancing. Ajakan di rumah saja, membuat Andi yang berprofesi pemulung paku kehilangan pengepul satu-satunya.
"Suami saya pemulung, cari paku pakai magnet lalu dikumpulkan. Sejak wabah Corona, penampung sudah berhenti menerima paku, alasannya sudah enggak bisa dijual kemana-mana," kata Tuti saat ditemui detikcom, beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasangan Andi dan Tuti hidup bersama tiga orang anaknya. Si sulung bersekolah di SMPN Cisolok kelas 1, anak kedua sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI), sementara yang paling kecil masih berusia 2 tahun.
Sejak ada pembatasan kegiatan belajar mengajar, si sulung terpaksa belajar di rumah. Karena kondisi pembelajaran yang harusnya dilakukan secara online tidak bisa dilakukan. "Katanya belajar di rumah, bisa lewat handphone dipantau sama guru atau pembimbing. Sekarang boro-boro buat handphone, buat sehari-hari saja sudah sulit," tutur Tuti.
Tuti tak menghilangkan kebaikan tetangganya yang memberikan bantuan walau hanya sekedar untuk makan sehari-hari. Saat ini sang suami sakit dan sudah tidak bisa bekerja.
Ia mengungkapkan aliran dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tidak diterima. Bahkan, meski kondisinya memang tidak mampu, Tuti dan keluargannya tidak terdaftar sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
"Sampai saat ini saya tidak menerima bantuan dari pemerintah karena tidak punya KTP. Padahal dua anak saya sekolah. Paling besar kelas satu SMP dan yang nomor dua kelas satu MI, mungkin SPP gratis, tapi untuk transportasi dan kegiatan sekolah dari mana?" ujarnya.
![]() |
Sebaran Pasien Virus Corona di Indonesia, 3.512 Orang Positif:
Kondisi rumah mereka juga sangat memprihatinkan, ada satu tempat tidur yang sempit. Pakaian berserakan karena tidak ada lemari yang pantas untuk di jadikan tempat baju. Dinding bilik rumah juga terlihat sudah berlubang di sana sini.
Asep Nuryadin, salah seorang tetangga, membenarkan kondisi pasangan Andi dan Tuti. Ia berharap ada pendataan terhadap keduanya agar bisa menerima bantuan dari pemerintah
"Harapannya pemerintah mendata ulang kembali warga yang benar-benar miskin dan perlu bantuan, seperti rutilahu, PKH, BPNT Kartu Pintar dan lainnya," ujarnya.
Asep sudah berkoordinasi dengan pemerintahan desa dan relawan untuk memberikan bantuan kepada keluarga tersebut. "Ia bekerja sebagai pemulung paku di sungai-sungai. Hasil dari penjualan paku bekas tersebut hanya cukup untuk beli beras satu hari saja, itu pun kalau hasil mulung pakunya banyak didapat," katanya.
"Sementara untuk lauk pauknya mengharapkan dari tetangga-tetangganya yang memberikan kepada mereka. Namun kondisi saat ini, paku hasil mencari menumpuk karena sudah tidak ada yang mau menerima," ujar Asep menambahkan.