Selain sawah basah, masyarakat juga menanam padi di lahan kering atau huma. Para perempuan memasak di rumah mempersiapkan bekal makan siang untuk mereka yang beraktivitas di huma. Anak-anak ada yang bermain di pelataran rumah, ada pula yang membantu ayahnya di ladang.
Hari itu, Senin 31 Desember 2018, beberapa pemuda kampung sudah mempersiapkan rencana untuk berkumpul untuk acara masak bakar ayam. Berdasarkan data, ada 29 Kepala Keluarga atau 100 jiwa yang tinggal di kampung yang lokasinya di bawah lereng Gunung Surandil tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan Dani ke ladang melintasi beberapa rumah. Dia melihat senyum hangat tetangga yang memintanya mampir untuk sekadar minum teh hangat. Ada juga sejumlah pemuda mengajaknya berkumpul bakar ayam.
"Saya asli dari Kampung Cicadas, setelah menikah saya tinggal dengan mertua bantu urus ladang. Namanya juga kampung adat, semua adalah keluarga tidak sulit bagi saya untuk beradaptasi di tempat ini," ucap Dani.
Siang hujan gerimis mulai turun dan dalam waktu singkat membasahi seluruh tanah dan ladang di perkampungan. Dani dan Sukiat berteduh di saung sawah hingga sore, mereka berdua kemudian memutuskan pulang. "Karena rumah agak jauh, kita pulang berbeda jalan. Mertua ke atas, saya ke bawah lebih ke tepian kampung," tuturnya.
Setiba di rumah, Dani membersihkan diri dan bersiap menunaikan salat maghrib. Baru saja berniat akan membuka pintu depan, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang menurut Dani seperti angin tornado.
![]() |
Dani buru-buru keluar menyelamatkan istri, anak, keponakan dan beberapa kerabat yang kebetulan saat itu tengah berada di rumahnya. Total ada enam jiwa.
"Ada teteh dan anaknya, mereka biasanya tinggal dengan mertua. Tapi hari itu mereka bersama saya. Saya buru-buru keluar rumah menghindari lumpur, saya juga berpapasan dengan warga lain yang selamat. Kami berlari mencari lokasi yang aman. Saya langsung sadar longsor menerjang perkampungan kami," ucap Dani menghela napas dan matanya nanar melihat kampungnya yang kini tertimbun.
Sukiat dan Enan, mertua Dani, terkubur tanah berlumpur. Lokasi perbincangan detikcom dan Dani berlangsung di area pekuburan warga. Posisi pekuburan tersebut berada di dataran tinggi sehingga kampung yang tertimbun itu terlihat jelas.
Usai menyelamatkan keluarga, Dani sempat kembali ke kampungnya mengumpulkan barang-barang yang bisa dibawa. Posisi rumah yang berada di tepian kampung lolos dari terjangan tanah longsor. Dani merasakan hawa dingin, sunyi dan hening. Kampung yang riuh dengan kehangatan itu kini sepi seperti perkampungan mati.
Dani dan Susi sempat histeris saat jenazah seorang pria ditemukan. Mereka sempat mengklaim itu jasad Sukiat, orang tua mereka. Belakangan jasad itu diketahui sebagai Ukri, uwak mereka yang memang mirip dengan Sukiat.
Saksikan juga video 'Kisah Tandi dan Anaknya Selamat dari Timbunan Longsor Sukabumi':
(sya/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini